Kamis 08 Apr 2021 11:14 WIB

Apakah Rapid Test Batalkan Puasa? Bagaimana dengan Berbekam?

Yang membatalkan puasa tersebut adalah makan, minum, jima, dan muntah dengan sengaja.

Red: Karta Raharja Ucu
Rapid Test (Ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Rapid Test (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh oleh Ustadz Dr Oni Sahroni

Rapid test adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil sampel darah dari ujung jari. Setelah itu, sampel darah diteteskan ke alat rapid test untuk mengetahui apakah darah mengandung antibodi yang menandakan orang tersebut sedang atau pernah mengalami infeksi suatu virus atau tidak.

Tes antigen tujuannya untuk mengetahui apakah sedang terinfeksi virus, ada virusnya dan berpotensi menular. Sedangkan, tes antibodi untuk mendeteksi apakah seseorang pernah terinfeksi. Sampel tes antigen adalah swab nasofaring. Sedangkan, sampel tes antibodi adalah darah.

Dari sisi syariah, bahasan tentang rapid test terkait dengan hal yang membatalkan puasa. Di antara yang membatalkan puasa tersebut adalah makan, minum, jima’, dan muntah dengan sengaja. Intinya, memasukkan sesuatu ke dalam tubuh atau mengeluarkan sesuatu dari tubuh.

Para ulama telah konsensus bahwa makan, minum, dan muntah itu membatalkan puasa. Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat tentang apakah selain keempat hal tersebut, baik memasukkan sesuatu ke lubang biasa (seperti mulut) atau yang bukan (seperti suntik ke kulit), atau mengeluarkan sesuatu dari tubuh itu membatalkan puasa atau tidak?

Walaupun rapid test ini belum dibahas dalam kitab klasik, sesungguhnya ada masalah sejenis, seperti bekam yang bisa jadi rujukan karena substansinya sama, yaitu mengeluarkan darah dari dalam tubuh.

Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat jika berbekam saat berpuasa apakah membatalkan puasa atau tidak membatalkan. Ibnu Rusyd menyebutkan sebab perbedaan tersebut adalah perbedaan makna dua hadis/atsar. Pertama, hadis riwayat Tsauban dan dari Rafi’ bin Hudaij.

“Rasulullah SAW bersabda, batal puasanya orang yang membekam dan yang dibekam.” (Disahihkan Imam Ahmad). Kedua, riwayat Ikrimah dari Ibnu Abbas, “Rasulullah SAW  berbekam dan beliau berpuasa.”

Berdasarkan kedua hadis ini, para ulama memilih salah satu hadis tersebut atau mengompromikan keduanya, seperti sahabat Ali, Awza’i, Ahmad, Daud, Al-Auza’i, dan Ibnu Hibban berpendapat bahwa orang yang berbekam itu membatalkan puasa dan wajib mengqadha.

Sementara, yang tidak menggambil kedua hadis tersebut (karena bertentangan satu sama lain) itu mengembalikannya pada kaidah al-bara’ah al-ashliyyah bebas dari kewajiban. Mereka adalah mayoritas ahli fikih (Aisyah, Umu Salamah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Hasan al-Bashri, Malik, dan Syafi’i) berpendapat bahwa bekam itu tidak membatalkan puasa (Bidayatul Mujtahid/232 dan Nail al-Authar 4/238).

Ibnu Rusyd berkata, “Ahmad, Daud, Al-Auza’i, dan Ishaq bin Rohawi; berbekam itu membatalkan puasa dan wajib qadha. Namun, makruh dan tidak membatalkan menurut Malik dan Syafi’i. Sedangkan, menurut Abu Hanifah itu boleh”. (Bidayatul Mujtahid / 232).

Berdasarkan penjelasan tersebut, rapid test saat berpuasa itu boleh dan tidak membatalkan puasa. Seperti halnya—diilhaqkan dengan—bekam yang diperbolehkan oleh mayoritas ahli fikih.

Wallahu a’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement