Jumat 09 Apr 2021 18:45 WIB

Kamrussamad: Gelombang ke-3 Covid Potensi Lumpuhkan Ekonomi

Pemerintah harus menyiapkan skenario terburuk yaitu perubahan kebijakan fiskal. 

Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad dalam acara Temu Stakeholder di Bali, Jumat (9/4) Antara Perbankan, Pelaku Usaha serta Otoritas Fiskal.
Foto: Istimewa
Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad dalam acara Temu Stakeholder di Bali, Jumat (9/4) Antara Perbankan, Pelaku Usaha serta Otoritas Fiskal.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Perkiraan pandemi gelombang ketiga di Indonesia--jika terjadi-- berpotensi menghancurkan fundamental ekonomi yang sedang diperbaiki akibat hantaman pandemi setahun terakhir ini. Bahkan, pembentukan Kementerian Investasi & Pencipta Lapangan kerja serta Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) masih belum bisa diharapkan dalam jangka waktu pendek mampu gerakkan investasi. 

Demikian diungkapkan Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad dalam acara Temu Stakeholder di Bali, Jumat (9/4) Antara Perbankan, Pelaku Usaha serta Otoritas Fiskal. Hadir juga Menteri Keuangan Sri Mulyani, Otoritas Moneter Hadir Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimbow  Santoso. 

"Apabila gelombang ketiga pandemi Covid 19 tidak dapat dicegah, maka akibatnya sangat fatal bagi fundamental ekonomi," ujar dia dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat 99/4) 

Bahkan, menurutnya, Pembentukan Kementerian Investasi & Pencipta Lapangan kerja serta Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) masih belum bisa diharapkan dalam jangka waktu pendek mampu menggerakkan investasi. "Hal ini, karena ekosisten investasi global masih wait & see melihat kemampuan negara dalam mengendalikan Covid-19," tegas dia. 

Di sisi lain, kata Kamrussamad, bunga kredit perbankan belum turun, masih dikisaran 12-14 persen landing rata ke pelaku usaha. "BI rata 3,5 persen juga tidak signifikan mendorong penurunan bunga kredit perbankan. Jadi, wajar jika dunia usaha masih belum bergerak," ucapnya. 

IMF baru saja mengkoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke bawah menjadi 4,3 persen tahun 2021. Jika gelombang ketiga datang, maka bisa jadi koreksi ke bawah lebih mendalam. 

Begitu juga dengan kebijakan nasionalisme vaksin, berpotensi semakin menyulitkan Indonesia. "Untuk itu, kita sarankan pemerintah menyiapkan skenario terburuk yaitu perubahan kebijakan fiskal dengan fokus penyiapan skema pembiayaan bansos dinaikkan dan diperpanjang serta diperluas," ujarnya. 

Kedua, batas waktu kebijakan relaksasi kredit perbankan harus dilakukan secara gradual dan sektoral. Bahkan, sektor tertentu bisa diperpanjang hingga 2023. "Kebijakan antisipasi kemungkinan lonjakan NPL tak terkendali pada industri perbankan," ujarnya. 

Dan ketiga, konsep pemulihan ekonomi nasional diubah menjadi penyelamatan ekonomi nasional. Sehingga, lebih tajam dan fokus pada sektor UMKM dan industri padat karya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement