Sabtu 17 Apr 2021 12:26 WIB

Wakil Ketua Komisi IX: BPOM Telah Bohongi Publik

Sebelumnya, DPR dinilai telah melakukan politisasi vaksin Nusantara.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Vaksin Covid 19 (ilustrasi)
Foto: Flickr
Vaksin Covid 19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengkritik pernyataan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito yang tak mengizinkan uji klinis tahap II vaksin Nusantara. Menurutnya, Penny telah membohongi publik dan peneliti dengan pernyataannya tersebut. 

Ia mengacu pada hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro, Terawan, dan sejumlah peneliti pada Rabu (10/3). Hasil kesimpulan rapat tersebut, Melki mengatakan, BPOM diminta untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis tahap II vaksin Nusantara selambat-lambatnya pada 17 Maret 2021.

Baca Juga

Inilah yang membuat ia menilai bahwa Penny telah berdusta. "Ketika Bu Penny sebagai Kepala Badan POM menjelaskan kepada publik kan mendramatisasi seolah-olah ini (vaksin Nusantara) berbahaya, dengan 71 persen dia gambarkan itu berisioko dan sebagainya. Kan itu sudah kita bahas di DPR RI dan tidak ada masalah," ujar Melki dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/4). 

Setelah pernyataan BPOM yang tak mengizinkan vaksin Nusantara untuk dilanjutkan ke tahap II uji klinis, Melki mengaku langsung berkomunikasi dengan para peneliti. Ia menyebut para peneliti nelangsa atau sedih. 

"Mereka (peneliti) bilang gini, 'kok bisa ya Kepala Badan POM itu menipu publik ya, data yang kami berikan A dibilang menjadi B', gitu loh dan membuat publik menjadi khawatir dengan vaksin Nusantara, ini bisa masuk kategori pembohongan publik," ujar Melki. 

Menurutnya, DPR bukanlah pihak yang membuat kekisruhan perihal vaksin Nusantara. Apalagi saat ini, mulai timbul isu-isu miring terkait dukungan lembaga legislatif  kepada vaksin berbasis sel dendritik itu yang membuat nama DPR tercoreng.

"Nah itu orang yang mulai menduga-duga gara-gara urusan bisnis," ujar politikus Partai Golkar. 

Sudah sewajarnya, kata Melki, vaksin Nusantara yang diteliti oleh anak dalam negeri didukung sepenuhnya. Apalagi jika nantinya berhasil, harga vaksin tersebut relatif dapat dibandingkan dengan vaksin-vaksin lain yang sudah beredar. 

"Dan jangka panjang, kalau ini sekali suntik kan bagus banget nih. Nukan cuma Indonesia, dunia akan sangat terbantu biar pandemi ini selesai," ujar Melki. 

Sebelumnya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai adanya politisasi vaksin Nusantara yang dilakukan oleh DPR. Hal tersebut terlihat dari getolnya anggota DPR, meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin uji klinis tahap II. 

"Kekacauan informasi terkait aksi penerimaan vaksin Nusantara oleh DPR bisa dianggap sebagai langkah politisasi vaksin oleh DPR. Politisasi ini tentu bukan tanpa tujuan jika dugaan ini benar," ujar Lucius saat dihubungi, Kamis (15/4). 

Izin dari vaksin Nusantara, kata Lucius, bukan merupakan ranah DPR. Jika memang ada perbedaan, sebaiknya DPR lewat Komisi IX melakukan pembicaraan dengan BPOM perihal vaksin yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. 

"Jangan sampai aksi terima vaksin Nusantara ini juga sebagai bentuk sebuah mosi sepihak dari DPR untk kepentingan meseka saja. Bukan demi mengatasi pandemi yang dihadapi bangsa," ujar Lucius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement