Ahad 18 Apr 2021 16:33 WIB

MPR Minta PP yang tak Wajibkan Pendidikan Pancasila Direvisi

MPR RI mendorong agar pendidikan Pancasila kembali menjadi mata pelajaran wajib.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
Foto: MPR
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah segera melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sebab, PP itu  tidak memuat pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib bagi siswa pendidikan dasar dan menengah serta mahasiswa pendidikan tinggi.

Bambang menegaskan, mata pelajaran pendidikan Pancasila harus menjadi mata pelajaran wajib dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi. "Hilangnya mata pelajaran pendidikan Pancasila sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah merapuhkan pondasi bangsa akibat ketidakpahaman generasi bangsa terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa," ujar Bambang dikutip dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/4) malam

Baca Juga

Dia menuturkan, sebelum pendidikan Pancasila dihilangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan Pancasila telah menjadi pelajaran wajib sejak tahun 1975. Hal itu tidak lepas dari peran MPR RI melalui TAP MPR 1973 yang disempurnakan pada tahun 1978 dan 1983. 

Selain itu, MPR RI mendorong agar pendidikan Pancasila kembali menjadi mata pelajaran wajib di berbagai jenjang pendidikan. "(Karena) tanpa pemahaman terhadap ideologi, bangsa kita tidak ubahnya seperti kapal besar yang tersesat di tengah samudera," kata Bamsoet, sapaan akrabnya.

Dia memaparkan hasil survei LSI tahun 2018 yang menemukan dalam kurun waktu 13 tahun masyarakat yang pro terhadap Pancasila telah mengalami penurunan sekitar 10 persen, yakni pada tahun 2005 mencapai 85,2 persen dan hingga tahun 2018, angkanya turun menjadi 75,3 persen.

Sementara, survei yang dilakukan pada akhir Mei 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda, dengan responden kaum muda usia 18 hingga 25 tahun dari 34 provinsi, tercatat hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka.

Karena itu, dia menegaskan seiring berkembangnya zaman, tantangan merawat dan menjaga Pancasila semakin nyata. "Bila kita lalai dan abai, nilai-nilai asing yang masuk dengan deras ke Indonesia pada akhirnya akan merongrong jati diri, tradisi dan budaya, moralitas serta warisan kearifan lokal bangsa," kata Bamsoet.

Karena itu, salah satu upaya menghadirkan nilai-nilai Pancasila adalah melalui implementasi pada berbagai bidang, khususnya pendidikan. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Setiap warga negara tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender berhak memperoleh pendidikan yang bermutu, termasuk pendidikan Pancasila. "Implementasi Pancasila dalam dunia pendidikan adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai sistem nilai. Bukan sekadar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja. Tetapi juga perlu diterima dan dihayati, dipraktikan sebagai kebiasaan, bahkan dijadikan sifat yang menetap pada setiap diri orang Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement