Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Istiqomah

Jual Beli Pulau Alasan Investasi, Namun Abaikan Ekologi

Bisnis | Tuesday, 04 May 2021, 06:18 WIB
Pulau Ayam

Bentangan alam dan jajaran pulau-pulau kecil nusantara mendatangkan daya tarik yang menawan. Pulau elok belum terjamah penghuninya menjadi sorotan investasi. Pembangunan resort atau alasan pariwisata yang menyuguhkan pemandangan alam merupakan komoditas yang dipromosikan. Seperti www.privateislandsonline.com, yang menjabarkan deskripsi pulau Ayam berdekatan dengan pulau Tioman Malaysia juga dengan pulau Jemaja Anambas.

Dalam postingannya, Pulau Ayam terkenal dengan kontur unik dan pemandangannya yang indah. Pulau Ayam memiliki pantai yang menakjubkan dan menawarkan perairan sebening kristal di sekelilingnya dengan terumbu karang luas yang sama sekali belum tersentuh hingga saat ini.

Permata pulau pribadi ini adalah surga bagi mereka yang suka menyelam, snorkeling, dan memancing. Ini juga merupakan salah satu pulau rekreasi pilihan bagi penduduk setempat yang mencari tempat berkemah, atau hanya ingin menghabiskan waktu di alam sambil menikmati piknik atau barbekyu bersama keluarga atau teman.

Pulau pribadi seluas 295 hektar ini adalah pelarian ideal ke surga yang menawarkan peluang investasi besar untuk pengembangan resort, mudah diakses dengan satu jam perjalanan pompong dari Pantai Padang, tak jauh dari Kampong Letung.

Status memiliki sebuah pulau pribadi itu telah diatur dalam ketentuan hukum. Menurut ahli hukum Sovia Hasana, pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Penyewaan pulau ini semestinya menjadi perhatian agar aset negara tidak disalah gunakan hanya demi kepentingan. Aspek lain yang perlu diperhatikan ialah dampak yang ditimbulkan jika sebuah pulau dibangun resort yang megah. Pengelolaan pulau-pulau kecil ini pada prinsipnya ialah untuk konservasi, dilansir dari laman Direktorat Jendral Pengelolaan ruang Laut Kementrian KKP, Direktur Jendral (Dirjen) Pengelolaan Ruang Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Aryo Hanggono mengungkapkan persentase peruntukan ruang terbuka hijau atau konservasi mencapai 51%.

Setidaknya perhatian terhadap ekosistem terumbu karang yang mengingilinya tidak dirusak dan terjaga kelestariannya. Terlebih jika tipologinya menjadi perairan perikanan tangkap bagi nelayan sekitar. Potensi pariwisata yang ada itu harus benar dalam tata kelolanya, gugusan pulau-pulau kecil ini memiliki karakteristik yang memiliki kondisi biofisik yang khas. Oleh karenanya, pengembangan wilayah itu akan sangat berdampak luas.

Bukan rahasia umum lagi maraknya penambangan pasir di laut yang tidak terkendali membuat lenyapnya pulau-pulau terluar, seperti yang terjadi di pulau Nipa, Kepulauan Riau. Venan Haryanto, seorang peneliti Sunspirit for Justice and Peace-Labuan dalam tulisannya yang berjudul Taman Nasional Komodo di Ambang Bencana Ekologi dan Sosial mengungkapkan secara utuh ancaman ekologi. Ia menjelaskan bagaimana peran investor di Afrika begitu masif membangun pariwisata menyumbang devisa negara, yang sangat disayangkan ialah terjadi krisis ekologi yang tak terkendali. Parahnya akibat hal itu mengancam konservasi habitat alami satwa dan vegetasi setempat. Menurutnya, di cagar alam Maasai, Kenya peningkatan tajam jumlah penginapan mempersempit ruang gerak migrasi alami satwa.

Senada dengan itu, tidak menutup kemungkinan bencana pesisir laut dan ancaman ekologi akan terjadi. Lamun-lamun yang terlihat dari permukaan laut akan rusak karena kegiatan snorkling yang masif, penelitian juga menunjukkan lambannya pertumbuhan lamun akibat aktivitas manusia. Seperti yang terjadi di Pulau Nikoi, tim peneliti menjumpai minimnya keanekaragaman hayati disana dan pada saat yang sama resort yang megah juga berdiri disediakan untuk wisatawan mancanegara.

Menurut Suhud dkk, sedikitnya jenis lamun yang ditemukan, kemudian sedikitnya jumlah individu masing-masing jenis lamun diduga disebabkan oleh perubahan lingkungan yang terjadi di Pulau Nikoi.

TERGIUR KARENA IMING-IMING INVESTASI

Pulau-pulau yang tak berpenghuni memang menjadi daya tarik untuk investasi. Sependapat dengan keterangan dari Asisten Ekonomi Pembangunan Kepri Syamsul Bahrum yang menyatakan tidak ada istilah jual beli pulau melainkan investasi secara resmi. Menurutnya juga, pulau tidak bisa dikuasai oleh satu orang atau perusahaan (tanjungpinang pos, 15/2/2021). Hal ini juga di tanggapi oleh anggota DPRD Bintan Hasriawadi, boleh saja pulau daerah Kepri dibeli untuk kepentingan investasi alhamdulillah, artinya investasi kita mulai ada... katanya waktu itu.

Investasi yang membuka keran asing ini akan berdampak pada perekenomian dalam negeri. Menurut menteri pariwisata dalam negeri periode 2014-2019 Arif Yahya menuturkan ada 90% investor asing untuk Indonesia pada tahun 2018. Sejalan dengannya keuntungan yang diraup akan mengalir ke tangan-tangan asing itu. Namun, apakah memang sudah terwujud keseimbangan keuntungan dalam aspek ekonomi ini?

Infrastuktur yang dijadikan aset pariwisata pastinya atas rekomendasi dari investor terkait. Disini bisa dinilai bahwa kenikmatan industri pariwisata yang ada belum tentu benar-benar bisa kita rasakan. Belum lagi biaya-biaya lain untuk memancing wisatawan asing dengan infrastuktur kelas dunia, tentu jumlahnya tidak sedikit.

Kondisi ini akan berpeluang untuk merealokasi anggaran lain untuk menalangi pembiayaan industri pariwisata. Akhirnya penggejotan pajak akan menjadi pilihan dan hutang-hutang luar negeripun kian bertambah. begitulah ketika mindset Kapitalisme mencengkram negeri yang berorientasi pada aspek keuntungan semata.

Setiap jengkal wilayah kekuasaan adalah tanggung jawab dan amanah untuk dijaga. Upah investor bagi negeri ini tak seberapa jika dibandingkan dengan kelestarian lingkungan hidup yang berharga. Ditiipkan dunia dan seisinya adalah anugerah berkat rahmat dari Allah SWT, optimasi penjagaan kelestariannyapun harus melibatkan hukum-hukum buatanNya. Bukan hukum yang menciptakan kegusaran serta hanya mementingkan hawa nafsu semata. Sekiranya jika kita berempati pada lingkungan maka tidak akan semena-mena dan sejurus dengan itu akan menumbuhkan ketaqwaan yang sempurna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image