Selasa 04 May 2021 14:47 WIB

MK Koreksi Ketentuan Syarat Parpol Jadi Peserta Pemilu

MK mengabulkan sebagian permohonan dari Partai Garuda.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pemohon dalam perkara nomor 55/PUU-XVIII/2020 atas uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). MK mengoreksi Pasal 173 Ayat 1 UU Pemilu terkait persyaratan partai politik (parpol) menjadi peserta pemilu.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan, Selasa (4/5).

Baca Juga

MK menyatakan, Pasal 173 Ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Pasal ini berbunyi, "Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang lulus verifikasi oleh KPU."

MK memaknai Pasal 173 Ayat 1 UU Pemilu menjadi, "Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi, namun tidak diverifikasi secara faktual. Adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual. Hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru."

Anggota MK, Aswanto, menjelaskan, persyaratan menjadi parpol peserta pemilu merupakan ujian yang cukup berat. Sebab, parpol peserta pemilu merefleksikan hasil aspirasi rakyat dalam skala besar dan bersifat nasional, kecuali parpol lokal di Provinsi Aceh.

Oleh karena itu, struktur kepengurusan parpol harus berada di seluruh provinsi (skala nasional), memiliki kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, mempunyai kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan, memiliki kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilu, serta persyaratan lainnya.

MK mengatakan, tantangannya tidak sampai di situ. Setelah menjadi peserta pemilu pada Pemilu 2019, ada parpol yang lolos parliamentary threshold sehingga memiliki wakil di DPR. Ada pula parpol yang tidak lolos parliamentary threshold sehingga tidak memiliki wakil di DPR.

Namun, bisa jadi ada parpol yang mempunyai wakil di tingkat DPRD provinsi atau kabupaten/kota. Ada juga parpol yang tidak mempunyai wakil, baik di DPR maupun di DPRD.

MK mengatakan, dapat dikatakan tidak adil ketika varian capaian perolehan suara dan tingkat keterwakilan suatu parpol disamakan dengan parpol baru yang akan menjadi peserta pemilu pada verifikasi kontestasi pemilu selanjutnya. Esensi keadilan adalah memperlakukan sama terhadap sesuatu yang seharusnya diperlakukan sama dan memperlakukan berbeda terhadap sesuatu yang seharusnya diperlakukan berbeda.

"Memperlakukan verifikasi secara sama terhadap semua partai politik peserta pemilu, baik partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya maupun partai politik baru, merupakan suatu ketidakadilan," kata Aswanto.

Di sisi lain, ada pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan anggota MK Saldi Isra, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih atas putusan ini. Salah satunya, Saldi menerangkan, verifikasi dapat memperkuat kesiapan parpol untuk menjadi peserta pemilu.

Jika verifikasi parpol calon peserta pemilu ditiadakan, termasuk bagi parpol peserta pemilu yang telah lulus verifikasi sebelumnya, yang akan terjadi justru penambahan jumlah parpol dari pemilu ke pemilu akan makin banyak. Sebab, tidak akan pernah parpol telah lulus verifikasi sebelumnya yang tereleminasi sebagai peserta pemilu karena secara otomatis ditetapkan sebagai parpol peserta pemilu untuk pemilu berikutnya.

"Ketika verifikasi hanya dilakukan terhadap partai politik baru, partai politik calon peserta pemilu justru akan mendapatkan perlakuan secara berbeda. Kondisi demikian justru bertentangan dengan maksud yang diinginkan oleh norma Pasal 28H Ayat 2 UUD 1945 itu sendiri," kata Saldi.

Perkara nomor 55/PUU-XVIII/2020 ini diajukan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Pemohon beralasan, proses verifikasi yang pernah diikutinya untuk menjadi peserta Pemilu 2019 membutuhkan biaya yang sangat besar dan menyulitkan.

Namun, Partai Garuda bersama enam parpol lainnya gagal mendapatkan kesempatan untuk diikutkan dalam perhitungan kursi DPR RI. Partai Garuda hanya berhasil menempatkan dua wakilnya di DPRD Provinsi Maluku Utara dan DPR Papua.

Dengan demikian, atas putusan MK ini, Partai Garuda tetap perlu mengikuti verifikasi administrasi dan faktual karena termasuk parpol yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold dan parpol yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement