Rabu 05 May 2021 14:19 WIB

Investasi Kebaikan: Antara Bill Gates dan Umar Ibn Khattab

Antara Bill Gates dan Umar Ibn Khattab

Red: Muhammad Subarkah
Umar bin Khatab
Foto: Mgrol120
Umar bin Khatab

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller.

"Setelah banyak pemikiran, kami membuat keputusan untuk mengakhiri pernikahan kami," kata Bill dan Melinda Gates  dalam sebuah pernyataan yang diposting di akun Twitter Bill Gates.

Kabar mengejutkan itu menjadi trending hari ini. Semua media internasional menurunkan beritanya dan membuat bermacam analisa. 

Padahal perceraian adalah hal yang sangat biasa di Amerika. Angkanya 4,34 kasus perceraian dari 10.000 penduduk. Nomer 3 terbesar di dunia.  New York Times mencatat, rata-rata pernikahan di AS hanya bertahan selama 11 tahun.

Pernikahan Bill dan Melinda telah melewati angka psikologis itu, bahkan telah melewati usia kawin perak. Tercatat keduanya menjalani biduk rumah tangga selama 27 tahun. Itu luar biasa untuk ukuran orang Amerika.

Sejak tahun 2000, keduanya dikenal aktif dalam dunia filantrophi melalui lembaga nirlaba yang didirikannya, Bill and Melinda Gates Foundation yang berbasis di Seattle. Tak kurang 36 miliar USD telah dibagikannya untuk beragam kegiatan.

Salah satu yang terkenal adalah impact investment, yakni pendanaan yang diberikan bukan untuk mendapat keuntungan semata, namun memberikan pengaruh positif pada lingkungan sekaligus mengentaskan kemiskinan.

Gampangnya, pendanaan itu diberikan pada anak muda yang baru memulai usahanya, disertai pendampingan hingga berhasil. Setelah berhasil, anak muda ini juga harus melakukan hal yang sama. Sehingga rantai kebaikan itu terus bergulir.

Dunia terpesona, karena menganggap idenya luar biasa. Begitulah seharusnya menjadi orang kaya, memikirkan nasib warga dunia.

Padahal apa yang dilakukannya itu bukanlah hal baru. Empat belas abad lalu, Khalifah Umar ibn Khattab pernah melakukan hal yang  lebih memukau.

Tersebutlah harta anak yatim yang pengelolaannya dititipkan ke Baitul Maal. Sang Khalifah berpikir, kalau harta itu mandek tersimpan, lama kelamaan bisa susut nilainya, bahkan habis tersebab harus dikeluarkan zakatnya tiap tahun.

Maka ditawarkanlah pada para sahabat untuk mengelola harta anak yatim itu sebagai investasi negara. Para saudagar boleh menggunakannya untuk modal usaha dengan sistem bagi hasil. 

Disebutkan besarnya keuntungan dari investasi itu hingga ribuan dinar emas, seperti dana yang dipercayakan pada Abdurahman ibn Auf.

Keuntungan yang didapat akan diivestasikan lagi. Begitu seterusnya hingga menggelinding seperti bola salju.  Hasilnya sungguh luar biasa, harta anak yatim terkelola dengan baik dan nilainya terus bertambah. Para pengusaha tak kesulitan mencari modal. Ekonomi bergerak. Negara sejahtera karena harta Baitul Maal berlimpah. 

Seandainya Muslimin paham sejarahnya, tentu tak gampang terpesona. Karena kita pernah melakukan hal-hal yang jauh lebih luar biasa.

Jakarta, 4/5/2021

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement