Rabu 05 May 2021 15:09 WIB

Analisis Ekonomi Indonesia Kuartal I 2021

Indonesia mencatat kontraksi alias pertumbuhan ekonomi minus pada kuartai I 2021

Red: Elba Damhuri
Pengamat Ekonomi dan Perbankan Ryan Kiryanto
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengamat Ekonomi dan Perbankan Ryan Kiryanto

Oleh : Ryan Kiryanto, Pengamat Ekonomi dan Perbankan

REPUBLIKA.CO.ID --- Rilis BPS pada Rabu hari ini (5/5) tentang kontraksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama 2021 (Q1-2021) sebesar 0,74 persen (yoy) sudah sesuai ekspektasi.

Bahkan, realisasi PDB Indonesia Q1-2021 sebesar minus 0,74 persen (yoy) patut disyukuri karena tercapai di tengah masa pandemi yang masih melanda Indonesia. Sebagai penjelas, kondisi ekonomi Indonesia pada Q1-2020 lalu masih sehat, sementara di Q1-2021 sedang dalam fase pemulihan.

Untuk diketahui, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku Q1-2021 mencapai Rp3 969,1 triliun. Jumlah nominal yang relatif stabil dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. Sementara, ekonomi Indonesia Q1-2021 terhadap Q4-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,96 persen (qtq).  

Dengan demikian, secara kumulatif pertumbuhan nominal PDB maupun secara persentase untuk posisi Q1-2021 cukup menggembirakan karena besaran kontraksinya yang rendah.

Memang PDB yang minus ini melanjutkan kontraksi pada kuartal-kuartal sebelumnya. Namun, besaran kontraksinya semakin mengecil atau membaik. Dengan kata lain, arah pertumbuhan ekonomi sudah pada jalur yang benar.

Bahwa dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,12 persen. Hal ini logis karena kebijakan pembatasan mobilitas sosial di sejumlah daerah (terutama di Jawa) membuat aktivitas pada sektor transportasi dan pergudangan terpengaruh. 

Juga apabila dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Pendidikan sebesar 13,04 persen pun logis, karena sistem atau tata cara pembelajaran masih berlangsung secara daring atau online dengan semua implikasinya. 

Kebijakan pembatasan mobilitas sosial pun memberikan dampak negatif ke belanja pemerintah secara kuartalan, di mana dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 43,35 persen (qtq). 

Bisa dimaknai bahwa kegiatan belanja pemerintah pada Q4-2020 sangat optimal menjelang tutup tahun 2020, sementara pada Q1-2021 kegiatan belanja pemerintah melalui kementerian/lembaga sedang dalam fase awal kegiatan belanja karena sebagian proyek yang didanai dari anggaran pemerintah juga baru dimulai.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement