Jumat 07 May 2021 05:10 WIB

Sejarah Awal Munculnya Adzan (Bagian I)

Adzan dikumandangkan untuk memanggil jamaah Muslim agar bersiap shalat

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Adzan di Masjid Lautze
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Adzan di Masjid Lautze

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Adzan dikumandangkan untuk memanggil jamaah Muslim agar bersiap shalat lima waktu. Secara harfiah, adzan berarti menginformasikan atau mengumumkan dan biasanya disiarkan dari menara masjid di seluruh dunia. Adzan juga dilafalkan dengan lembut di telinga kanan bayi yang baru lahir sebagai ucapan selamat datang di dunia.

Keindahan panggilan itu terletak pada melodinya yang mampu memikat telinga baik Muslim maupun non-Muslim. Secara tradisional, muazin atau orang yang melafalkan adzan akan dipilih karena suaranya yang kuat dan indah. “Para muazin akan naik ke puncak menara untuk memanggil umat shalat berjamaah,” kata Imam Hafiz Ali Tos dari Masjid Pusat Cambridge, Inggris.

Dia ingat saat mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya saat usianya baru menginjak lima tahun di ruangan yang penuh dengan keluarga di kota asalnya, Konya, Turki. Imam Ali tumbuh di lingkungan yang penuh dengan menara masjid yang dibangun di bawah Dinasti Seljuk. Oleh karena itu, ia terinspirasi oleh suara adzan yang mempesona.

“Keluarga saya memuji suara saya dan mendorong saya untuk melafalkan adzan. Saya akan mendapatkan hadiah karena mengucapkannya dengan jelas. Saya dan anak laki-laki lain kemudian akan bersaing untuk melihat siapa yang bisa melafalkannya dengan baik,” ujar dia.

Direktur Ihsan Institute, Syekh Ahmed Saad mengatakan selain suara merdu, para muazin membutuhkan kualifikasi tambahan. Misal, menguasai tajwid, aturan pengucapan, dan penjaga waktu yang tepat agar dapat menentukan wkatu secara akurat.

Kata-kata yang membentuk adzan muncul beberapa tahun setelah kedatangan Islam. Umat ​​Muslim awal di Arab abad ke-7 jumlahnya kecil dan akan memberi tahu satu sama lain bahwa sudah waktunya untuk shalat. Namun, seiring bertambahnya jumlah mereka, Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya berdiskusi soal cara terbaik untuk mengumpulkan Muslim ketika waktu shalat tiba.

Salah satu hadits menyatakan seorang sahabat nabi, Abdullah bin Zayd bermimpi menyuruhnya menggunakan suara manusia untuk melafalkan adzan dan dia juga diberitahu lafal-lafal adzan. Bilal bin Rabah al-Habashi, seorang budak Abyssinian yang dibebaskan dan masuk Islam dipilih untuk mengumandangkan adzan karena suaranya yang indah.

Perubahan pada adzan

Dilansir Middle East Eye, Kamis (6/5), adzan dibacakan dalam bahasa Arab dan terdengar di beberapa bagian Nigeria, Malaysia, dan bahkan Eropa. Masjid London Timur di Inggris Raya dan beberapa masjid di Belanda menggelar adzan beberapa kali sehari. Pada tahun 1923, setelah runtuhnya Dinasti Utsmaniyah dan di bawah kepresidenan Mustafa Kemal Ataturk, adzan diucapkan dalam bahasa Turki. Baru pada tahun 1950, ketika Adnan Menderes berkuasa, adzan tradisional Arab diperkenalkan kembali ke Turki.

Perubahan lain juga terjadi baru ini setelah munculnya pandemi Covid-19. Di Kuwait, kata-kata yang diucapkan dalam adzan berubah sementara, yaitu pada bagian “Datang untuk berdoa” diganti dengan “Berdoa di rumah Anda” dalam panggilan untuk mencegah orang-orang beribadah di masjid.

Meskipun biasanya merdu, di beberapa kota berpenduduk padat dengan penduduk mayoritas Muslim, adzan serentak bisa menjadi sumbang. Pemerintah Mesir mulai melaksanakan Tauhid Al Adhan atau Proyek Penyatuan Adzan pada tahun 2010 untuk menghapus banyak adzan yang terdengar di Kairo. Di sana ada sekitar 4.000 masjid resmi dan 30 ribu masjid tidak resmi.

Sementara itu, di Masjid Agung Umayyah, Damaskus, Suriah enam muazin bersama melafalkan adzan di depan pengeras suara yang diputar di seluruh kota dari tiga menara masjid. Kelompok pembacaan adzan ini dikenal sebagai Al-Jawq dan berasal dari 500 tahun yang lalu sebagai cara untuk memberi tahu para peziarah ke Makkah sudah masuk waktunya shalat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement