Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Shadam Ghifari Heryanto

Bagaimana Memajukan Bank Syariah di Indonesia

Bisnis | Thursday, 13 May 2021, 14:18 WIB

Saat ini, Perbankan Syariah sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Namun, perkembangan tersebut menurut pandangan saya, masih kalah dengan pesaing Bank Syariah. Salah satu cara memenangkan kompetisi adalah berhenti berusaha memenangkan kompetisi. Maka, untuk memajukan Bank Syariah, bisa dengan menggunakan Strategi Blue Ocean (Strategi Samudera Biru).

Strategi Blue Ocean sendiri adalah strategi yang mengupayakan pengembangan dengan menciptakan pasar baru dan aturan main sendiri. Ada beberapa poin penting yang mungkin bisa diterapkan dalam menerapkan strategi samudera biru tersebut, di antaranya:

1. Mengubah Bank Syariah yang berstatus Perusahaan menjadi Lembaga Nirlaba

Bank Syariah bisa meniru BPJS yang berstatus lembaga nirlaba. Dengan status nirlaba tersebut, maka Bank Syariah tidak perlu susah payah mencari laba. Hal ini bisa menjadikan Bank Syariah lebih fokus dalam melayani pelanggan.

Dalam pandangan saya. Sebenarnya, lembaga keuangan terutama berbasis syariah tidak terlalu cocok dijadikan sebuah industri. Karena, ia merupakan penyedia jasa yang menyimpan dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana tersebut merupakan alat pembayaran yang digunakan masyarakat untuk kegiatan jual beli. Maka, apabila suatu lembaga keuangan berbasis syariah dijadikan sebuah industri, akan memberikan peluang untuk terjerumus kepada riba (tambahan).

Alangkah lebih baiknya agar Bank Syariah berfokus mengambil peran sebagai penasehat Industri berskala kecil, menengah maupun besar. Dan juga, berperan lebih intensif dalam melakukan sosialisasi literasi keuangan syariah kepada masyarakat.

Walaupun begitu, Bank Syariah tetap bisa mendapatkan keuntungan dengan cara menyediakan jasa pembayaran, isi saldo dompet digital, biaya payroll, biaya administrasi bulanan, pembelian hewan aqiqah atau qurban dan lain sebagainya.

2. Penyaluran Kredit Konsumtif diganti menjadi emas

Dalam melakukan penyaluran kredit konsumtif, Bank Syariah menerapkan sistem jual beli. Untuk kredit konsumtif, biasanya Bank Syariah membeli dahulu barang yang diinginkan oleh nasabah, misal motor. Hal seperti ini, sebenarnya sah dan tidak mengandung unsur riba. Akan tetapi, proses penyaluran kredit konsumtif seperti ini cenderung kaku dan berbelit. Karena, Bank Syariah juga berperan sebagai Showroom, Dealer, Reseller atau sejenisnya. Hal ini lah mengapa Bank Syariah sulit bersaing dengan lembaga keuangan lain.

Solusi yang bisa diambil adalah, bekerjasama dengan PT. Aneka Tambang, Tbk dalam hal pengadaan emas. Emas yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dikembalikan dengan kadar jumlah yang sama. Karena, emas memiliki sifat tahan terhadap inflasi. Dengan cara ini, Bank Syariah tidak perlu berperan ganda sebagai penyalur kredit maupun sebagai reseller.

3. Menerapkan sistem LAKU PANDAI yang dicanangkan oleh OJK

Kantor Cabang maupun Kantor Cabang Pembantu yang dimiliki oleh Bank Syariah, biasanya baru terdapat di kawasan ramai penduduk atau pusat bisnis di suatu daerah. Hal ini tentu menghambat masyarakat di daerah yang ingin menggunakan jasa dari Bank Syariah. Maka, sistem LAKU PANDAI memungkinkan membuka agen di daerah-daerah terpencil yang sulit dijamah oleh Bank Syariah. Hal ini juga bisa menghemat pengeluaran Bank Syariah dalam membuka kantor cabang baru dan biaya operasional mereka.

Sistem bagi hasil, akan sangat berguna bagi seseorang yang bersedia membuka kantor agen di daerahnya, sehinggal literasi keuangan syariah bisa merambah ke daerah-daerah juga. Cara menggunakan sistem bagi hasil, bisa ditentukan dengan poin. Misalkan 1 kali ada nasabah yang ingin menabung, agen tersebut mendapat 1 poin. Apabila sudah terkumpul beberapa poin, bisa ditukar dengan rupiah yang akan dikirim ke rekening agen.

4. Tidak boleh ada denda keterlambatan

Banyak para alim ulama, mengatakan bahwa pembayaran denda pada akad utang piutang yang telah melewati jatuh tempo hukumnya riba, seperti yang dikatakan oleh Ust. Dr. Erwandi Tarmizi, MA. (Pakar Kontemporer Syariah). Bahkan ada pula, yang mengatakan bahwa denda menggunakan harta benda itu hukumnya riba, seperti yang dikatakan oleh Buya Yahya (Pendiri LPD Al-Bahjah).

Maka, agar Bank Syariah tetap berpedoman pada nilai prinsip syariah, masukan tersebut tentu saja tidak bisa dianggap remeh. Kita semua tahu, orang yang memiliki hutang, tentu mereka berjuang untuk segera melunasinya entah dengan cara bekerja, berdagang, menjual aset nya dan lain-lain. Apabila terjadi keterlambatan, lalu pihak Bank Syariah menetapkan denda agar segera membayar, hal ini bukan solusi yang jitu, melainkan akan membuat pikiran orang yang berhutang semakin runyam. Karena ia pun harus membayar denda sembari membayar hutang yang harus segera dilunasi. Maka, cara yang tepat adalah dengan menggunakan asas kekeluargaan.

Seperti yang saya sebutkan pada poin pertama, bahwa lembaga keuangan syariah sebaiknya berperan sebagai penasehat atau konsultan telebih dahulu. Sehingga, industri dari sektor lain bisa berkembang lebih cepat karena pendanaan yang diberikan oleh Bank Syariah tidak membebani kegkatan operasional mereka.

5. Penyaluran Kredit Produktif menggunakan sistem Modern Monetary Theory (MMT)

Cetak uang untuk sektor produktif bisa menjadi pilihan untuk pemangku kebijakan. Hal ini sudah dilakukan negara China yang menggunakan Renminbi sebagai mata uang untuk kegiatan produksi mereka. Dengan cara ini, pinjaman tanpa bunga atau tambahan bisa menjadi nyata. Cara ini juga bisa meningkatkan gairah perusahaan untuk meningkatkan ekspor dengan harga murah.

Itulah masukan agar Bank Syariah bisa maju di Indonesia. DSN, MUI, serta organisasi keagamaan pun bisa diminta masukan nya agar Bank Syariah bisa berkembang pesat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image