Jumat 14 May 2021 10:33 WIB

Mengenal Sahabat yang 'Ajudan' Nabi SAW

Qais bin Saad dijuluki sebagai ajudan yang setia di sisi Nabi SAW.

Red: Hasanul Rizqa
Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang berasal dari kalangan Anshar. Di antara mereka, terdapat pula yang memiliki darah bangsawan atau petinggi kaum tempatnya berada. Di tengah Suku Khazraj, adalah sosok Qais bin Sa'ad.

Sebelum memeluk Islam, dirinya terkenal lihai dalam berdagang. Namun, sering kali kecerdasannya dipakai untuk menipu orang-orang. Barulah setelah menjadi Muslim, Qais bin Sa'ad meninggalkan segala perkara yang menzalimi orang. Kepandaiannya diterapkan untuk hal-hal yang baik.

Baca Juga

Kecerdasannya juga diperhatikan Rasulullah SAW. Itulah sebabnya dia kerap mendampingi baginda Nabi SAW. Anas bin Malik pernah mengungkapkan kesannya, “Kedudukan Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah di sisi Nabi SAW tidak ubahnya seperti seorang ajudan.”

Selain cerdas, Qais pun dikenal akan sifat dermawannya. Dikisahkan, pada suatu hari Qais bin Sa’ad bersedia memberikan pinjaman kepada seorang kawannya yang sedang terlilit kesulitan. Beberapa lama berselang, kawannya ini memiliki kelapangan rezeki sehingga bisa membayar utangnya itu.

Namun, Qais dengan halus menolaknya, “Kami tidak hendak menerima kembali apa-apa yang telah diberikan,” katanya.

Selain sifat pemurah dan kecerdasannya, Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah terkenal bermental juang yang tinggi. Sewaktu Rasulullah SAW masih hidup, tidak ada satu pun medan jihad yang di dalamnya Qais absen.

Bila lisannya piawai dalam berdiplomasi, maka langkah kaki dan ayunan pedang Qais juga tak kenal ragu dalam menghantam musuh-musuh Allah. Dia selalu bersedia menerima setiap tugas dengan hati yang lapang.

Setelah Rasul SAW wafat, Muslimin dipimpin empat pemimpin yang bijaksana (khulafaur rasyidin). Setelah Utsman bin Affan wafat lantaran dibunuh, perpecahan terjadi di tengah umat. Bahkan, muncul kemudian Perang Shiffin yang memperhadapkan dua kubu yang sama-sama Muslim.

Dalam peperangan ini, Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah memihak kepada ‘Ali bin Abi Thalib yang berkontra terhadap Mu’awiyah bin Abu Sufyan.

Awalnya, Qais sempat berupaya merancang upaya konspirasi untuk menjebak orang-orang pendukung Mu’awiyah. Akan tetapi, tiba-tiba ia teringat salah satu firman Allah SWT di dalam Alquran yang memperingatkan bahwa dampak tipu daya jahat akan berpulang ke pelakunya sendiri. Oleh karena itu, Qais pun mengurungkan niatnya. Kemudian, ia beristighfar kepada Alllah SWT.

“Demi Allah, seandainya Mu’awiyah dapat mengalahkan kita nanti, maka kemenangannya itu bukanlah karena kepintarannya, tetapi hanyalah karena kesalehan dan ketakwaan kita,” seru Qais kepada pasukannya.

Adapun keberpihakannya kepada kubu ‘Ali bin Abi Thalib bukanlah fanatisme buta. Sebab, sebelumnya Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah telah menyelidiki sendiri siapa yang sesungguhnya baginya meneguhkan kebenaran. Keberanian yang benar lahir dari pribadi yang jujur dan mendukung kebenaran secara tulus, bukan lantaran keuntungan materiil atau kekuasaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement