Sabtu 22 May 2021 05:45 WIB

Kebencian Yahudi atau Anti-Semit Justru Muncul di Barat

Anti-Semit justru berawal dari gerakan-gerakan di negara Barat.

Red: Nashih Nashrullah
Anti-Semit justru berawal dari gerakan-gerakan di negara Barat. Zionisme (ilustrasi).
Foto:

Penjajah Israel mengurung mereka dengan dinding pemisah. Persentase kemiskinan dan pengangguran meningkat setiap tahun. Kelaparan dan kekurangan obat-obatan membuat Gaza sekarat. Gaza menjadi penjara dan kuburan massal jika dunia mendiamkannya. 

Mereka yang tinggal Tepi Barat, juga tidak lebih baik. Kendati ada pemerintah otoritas Palestina, keberadaannya seperti tak bernyawa. Hak-hak rakyat Palestina dikebiri dan dibatasi  hegemoni Israel yang membayangi setiap kebijakan pemerintah. 

Warga Palestina di Tepi Barat, tak ubahnya kumpulan ayam yang diawasi segerombolan serigala. Israel merasa mereka adalah tuan rumah di Tepi Barat. Rakyat Palestina dipaksa membayar pajak tanah dan bangunan yang mencekik. 

Kegiatan ekonomi tak bisa tumbuh karena undang-undang perekenomian ditentukan Israel dan sangat tidak berpihak kepada warga Palestina. Kebun-kebun zaitun milik rakyat Palestina yang menjadi tempat mayoritas warga Tepi Barat bergantung selama beberapa dekade, dirusak dan dihancurkan. 

Di atas ratusan ribu hektare perkebunan Zaitun itu, Israel mendirikan perumahan-perumahan ilegal. Karena itu, ketika rakyat Palestina dan seluruh umat Islam melakukan perlawanan terhadap Israel, perlawanan tersebut bukan atas dasar kebencian etnis, bukan karena keyahudian mereka. 

Sebab, dasar hubungan umat Islam dengan Yahudi adalah hubungan dengan ahli kitab atau ahli dzimmah yang dipayungi prinsip-prinsip keadilan. Bangsa Yahudi hidup aman tenteram mendapatkan hak-hak meraka seutuhnya di dunia Islam, termasuk di Palestina. 

Justru, gerakan rasialisme anti-Yahudi atau anti-Semit itu berkembang di Eropa dan di negara-negara Barat, bukan di dunia Islam. Fakta ini seperti yang diungkap oleh Dr Muhsin Sholih dalam buku beliau, 40 Fakta Tentang Palestina

Gerakan anti-Semit membuat Yahudi internasional meminta perlindungan dan suaka kepada dunia atas sikap diskriminatif yang mereka terima di Eropa. Yang paradoks, Israel menentang rasialisme Nazi di Eropa, tetapi memimpin pembantaian etnis di bumi Palestina. 

Sikap perlawanan umat Islam terhadap Zionis Israel tiada lain didasarkan karena penjajahan, perampasan, penistaan, dan pembantaian yang mereka lakukan terhadap rakyat dan bumi Palestina. Sudah 70 tahun Israel mengagresi bumi suci al-Quds, ratusan ribu jiwa melayang, jutaan terluka, tak terhitung yang dipenjara dan teraniaya.  

Sebagian besar penduduk Palestina tinggal di barak-barak pengungsian. Maka, selama Israel menerapkan penjajahan dan perampasan, selama itu pulalah mereka akan berhadapan dengan perlawanan. Umat Islam tidak akan mendiamkan entitas apa pun di dunia ini yang mengusung penjajahan dan penindasan.  

Islam adalah agama damai dan mengajarkan perdamaian, seperti makna akar nama Islam itu sendiri berasal dari kata salam yang artinya perdamaian. Salam yang mereka ucapkan adalah keselamatan dan perdamaian. 

Bahkan, salah satu nama-nama Allah, Tuhan yang mereka sembah adalah as-Salam. Bagaimana mungkin agama yang damai mendorong pada terorisme, penjajahan, dan permusuhan. 

 

 

*Duta Sosialisasi Palestina KNRP, Direktur International Institute for Islamic World Studies (INIWS). Naskah ini ditayangkan kembali dari arsip Harian Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement