Senin 24 May 2021 15:06 WIB

Pemekaran Papua Dibahas Usai RUU Otsus Papua Rampung

Rencana provinsi baru di Papua antara lain meliputi empat provinsi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Mendagri Tito Karnavian
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Mendagri Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyusun skenario pemekaran provinsi di Papua. Namun, pembahasan lebih lanjut mengenai pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Papua itu menunggu hasil revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, yang saat ini masih dibahas DPR dan pemerintah.

"Karena, kita perlu payung hukumnya terlebih dulu," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan saat dikonfirmasi Republika, Senin (24/5).

Dia mengatakan, pemekaran wilayah di Papua merupakan salah satu agenda yang diusulkan oleh pemerintah melalui Rancangan UU (RUU) Otsus Papua. Rencana pemekaran Papua membutuhkan regulasinya terlebih dahulu, meskipun langkah-langkah persiapan bisa saja dilakukan sejak awal secara bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk elemen masyarakat lokal di Papua.

Menurut Benni, saat ini, tahapan-tahapan proses perubahan UU Otsus Papua masih berlangsung antara pemerintah bersama DPR, termasuk pasal yang mengatur tentang pemekaran wilayah di Papua. Ketentuan yang sudah diatur dalam draf RUU usulan pemerintah kemungkinan dapat berubah dalam proses legislasi di DPR.

Benni menuturkan, beberapa waktu yang lalu, Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Otsus telah menyelesaikan kunjungan lapangan di Papua. Pansus juga sudah menerima sejumlah masukan dan aspirasi dari berbagai pihak terkait perubahan UU Otsus Papua.

"Kita menunggu jadwal pembahasan berikutnya bersama DPR, termasuk untuk mendiskusi usulan pemekaran provinsi di Papua lebih lanjut," kata Benni.

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan skenario pemekaran wilayah di Papua pada 8 April lalu kepada DPR. Rencana provinsi baru di Papua antara lain Papua Selatan, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Barat Daya.

Menurut Tito, skenario pemekaran wilayah di Papua bergantung pada kemampuan keuangan negara dan hasil revisi UU Otsus Papua. Pemerintah mengusulkan perubahan pasal yang berisi ketentuan pemekaran wilayah di Papua untuk mendukung realisasi skenario pemekaran Papua.

Pasal 76 dalam UU 21/2001 berbunyi, pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP (Majelis Rakyat Papua) dan DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi, dan perkembangan di masa datang.

Sementara, pemerintah menambahkan ketentuan pada Pasal 76 dalam RUU Otsus Papua menjadi tiga ayat. Ayat (1) berisi ketentuan yang sama dengan UU 21/2001 di atas.

Pada Ayat (2), pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah provinsi menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi, dan perkembangan di masa datang.

Pada Ayat (3), pemekaran daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah. Alasan penembahan ayat ini dalam rangka percepatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Tito, opsi perubahan ketentuan ini disampaikan karena aspirasi pemekaran kerap terkunci saat hanya mengandalkan persetujuan MRP dan DPRP. Sedangkan, kata dia, aspirasi pemekaran wilayah di Papua sangat tinggi.

"Karena opsi di MPRP-DPRP persetujuan, kalau terkunci di sana, kalau deadlock di situ, sedangkan aspirasi pemekaran cukup tinggi kita rasakan," kata Tito.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement