Senin 31 May 2021 09:48 WIB

Sejumlah Anak Muda Indonesia Luncurkan Gerakan Boikot Israel

Pendekatan ini berbeda dengan seruan boikot di masa lalu yang emosional-reaksioner.

Red: Fernan Rahadi
Boikot produk Israel (ilustrasi).
Foto: muslimvillage.com
Boikot produk Israel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anak muda yang terdiri dari para aktivis dan akademisi asal Indonesia meluncurkan gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) terhadap Israel di tanah air, dengan menggabungkan diri dengan BDS global yang sudah ada di berbagai dunia. 

Co-Chair Gerakan BDS Israel di Indonesia Gilang Al Ghifari menjelaskan bahwa peluncuran gerakan ini dilatarbelakangi oleh penjajahan Israel terhadap Palestina yang masih terus berlangsung. Apalagi, lanjutnya, berbagai tindakan negara zionis tersebut telah melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia (HAM), tanpa tersentuh sanksi internasional.

"Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kami merasa mengemban kewajiban moral dan konstitusional untuk menegaskan hak kemerdekaan segala bangsa dan menghapuskan penjajahan di atas dunia karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Senin (31/5).

Dimas Muhamad, Co-Chair lainnya, menjelaskan gerakan BDS ini merupakan perlawanan tanpa kekerasan kepada Israel yang dilakukan oleh para aktivis di seluruh dunia sejak tahun 2005. Gerakan ini memiliki tiga pilar utama, yakni boikot akademik, boikot kebudayaan dan boikot ekonomi. Sejumlah tokoh dunia berpengaruh, termasuk dari negara-negara barat, tercatat mengikuti gerakan ini. 

Lebih lanjut, Co-Chair lainnya, Lisa Listiana,  mengutarakan bahwa gerakan BDS Movement menargetkan produk yang terafiliasi dengan Israel secara terarah, terukur, dan didasar riset mendalam. "Pendekatan ini berbeda dengan seruan boikot di masa lalu yang dominan didorong emosional-reaksioner, sehingga rentan pasang surut tanpa adanya akuntabilitas dan nafas berkepanjangan," ujarnya lagi. 

Dimas Muhamad sebagai Alumnus Universitas Harvard Amerika Serikat yang aktif dalam gerakan BDS di kampusnya ini menambahkan bahwa walau Indonesia tidak memiliki hubungan diplomasi dengan Israel, tetapi gerakan ini masih sangat relevan untuk Indonesia. "Ada banyak perusahaan internasional yang terafiliasi dengan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel yang menjual produknya di Indonesia," ujarnya lagi.    

Oleh karenanya, Dimas berpendapat bahwa upaya ini merupakan langkah yang tepat untuk menekan Israel. Apalagi, akibat masifnya gerakan BDS ini di seluruh dunia telah berhasil memukul perekonomian Israel, dengan terbukti pada sejak 2015 Pemerintah Israel menunjuk suatu Kementerian Urusan Strategis Israel melawan gerakan BDS di seluruh dunia. 

"Kami percaya bahwa dengan 270,6 juta penduduk yang dimilikinya, Indonesia memiliki massa demografis yang nyata dalam menekan Israel untuk segera tunduk kepada hukum internasional dan prinsip HAM, serta segera mengakhiri penjajahan di Palestina," tutur Dimas seraya menambahkan bahwa gerakan akan menggunakan website https://bdsmovement.id/ sebagai platform penyebaran informasi.   

Peluncuran gerakan BDS di Indonesia ini dilakukan setelah diskusi online yang diselenggarakan pada Sabtu (29/5). Dalam diskusi tersebut, hadir sejumlah tokoh, yakni Co-Founder BDS Movement asal Palestina Omar Barghouti, Koordinator BDS Movement untuk Asia Pasifik, Cendekiawan Muslim Ulil Abshar Abdalla, serta Ketua MUI Bidang Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim.  

Co-Founder BDS Movement Omar Barghouti mengapresiasi langkah sejumlah anak muda di untuk membumikan Gerakan BDS di Indonesia. Ia mengatakan bahwa gerakan ini murni untuk mengakhiri penjajahan bangsa Palestina yang terus berlangsung, dari yang dilakukan oleh Israel saat ini dan penjajahan oleh Inggris sebelumnya. 

Walau menolak penjajahan Zionis Israel, Omar menambahkan bahwa BDS Movement memiliki prinsip yang ketat terhadap kebijakan anti-rasisme. Artinya, gerakan ini bukan untuk menyasar etnis, bangsa atau agama tertentu, melainkan fokus kepada entitas yang melakukan penjajahan. 

“Yang kami boikot bukan Yahudi sebagai bangsa atau agama, tetapi zionisme Israel serta perusahaan yang terafiliasi yang telah berkontribusi terhadap penjajahan dan kejahatan kemanusiaan kepada bangsa Palestina," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement