Wakil Ketua Komisi X Tolak PPN Dunia Pendidikan

PPN jasa pendidikan berlawanan dengan UUD 1945 dan visi-misi pemerintah sendiri.

Jumat , 11 Jun 2021, 20:41 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian.
Foto: Istimewa
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menolak keras rencana pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Rencana PPN jasa pendidikan ini diketahui tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dalam aturan tersebut, jasa pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tidak terkena atau dikecualikan dari PPN. Artinya, jika revisi UU KUP ini disetujui, maka jasa pendidikan akan menjadi objek pajak dan dikenakan PPN. Bahkan kemungkinan PPN akan ditetapkan sebesar 12 persen.

“Pendidikan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia dan bagian dari tujuan penyelenggaraan negara yang dijamin dalam konstitusi kita. Jika jasa pendidikan dikenakan pajak, hal ini akan bertentangan dengan cita-cita dasar kita untuk mencerdaskan bangsa berdasarkan keadilan sosial," kata Hetifah, dalam keterangannya, Jumat (11/6).

Menurut Hetifah, tanpa pajak seperti kondisi saat ini, banyak sekolah yang sudah kesulitan dalam menyelenggarakan kegiatan operasionalnya. Jika ditambah dengan beban lain seperti PPN, ia memperkirakan akan semakin banyak sekolah merasa terbebani.

"Di banyak sekolah, dana BOS masih belum mencukupi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang berkualitas. Guru honorer banyak yang belum mendapat upah yang layak. Tak jarang, pungutan pun dibebankan pada orang tua siswa," ujar dia.

Anggota DPR daerah pemilihan Kalimantan Timur ini menyadari, pada masa pandemi ini pemerintah memang membutuhkan banyak dana untuk pembangunan. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani disarankan bisa mencari sumber pendanaan dari sektor-sektor lainnya, misalnya dengan menerapkan pajak progresif.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar bidang Kesejahteraan Rakyat ini menegaskan, penambahan PPN jasa pendirikan juga bertentangan dengan visi misi pemerintahan. Visi dan misi pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini salah satunya adalah peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui reformasi pendidikan yang dapat terjangkau oleh semua masyarakat.

"Jika PPN pendidikan ini diterapkan, maka akan sangat kontradiktif dan menghambat tercapainya visi misi tersebut. Harus kita kawal agar jangan sampai terjadi," tegas Hetifah.