Legislator: PPN Sembako Jadi Wacana Saja tak Pantas

Dampaknya bisa luar biasa menghantam daya beli masyarakat dan industri retail.

Sabtu , 12 Jun 2021, 17:39 WIB
Pedagang sembako menimbang beras dagangannya di Pasar Tebet Timur, Jakarta Kamis (10/6). Rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok dianggap akan menambah kerugian masyarakat. Apalagi, pandemi Covid-19 yang belum berakhir masih menyebabkan daya beli masyarakat lemah.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Pedagang sembako menimbang beras dagangannya di Pasar Tebet Timur, Jakarta Kamis (10/6). Rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok dianggap akan menambah kerugian masyarakat. Apalagi, pandemi Covid-19 yang belum berakhir masih menyebabkan daya beli masyarakat lemah.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Anis Barwati mengatakan, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas sembako tak pantas menjadi wacana apalagi disahkan melalui revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Di samping itu, masyarakat juga belum sejahtera ditambah kondisi pandemi Covid-19.

"Tidak pelak memang kalau ini dijadikan wacana saya kira enggak pantas gitu lho. Jadi wacana saja enggak pantas, apalagi jadi RUU (Rancangan Undang-Undang)," ujar Anis dalam diskusi daring Polemik Trijaya, Sabtu (12/6).

Anggota Fraksi PKS itu menuturkan posisi DPR mencermati usulan pemerintah mengenai draf perubahan UU KUP. Dia sepakat, apabila UU membahas reformasi perpajakan karena memang sistem perpajakan Indonesia perlu direformasi.

Namun, menurutnya, tidak boleh melupakan prinsip dari reformasi perpajakan yakni menjunjung tinggi keadilan. Saat ini, pemerintah justru mengobral insentif seperti memberikan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi masyarakat menengah ke atas.

Sementara, pemerintah berencana membebani masyarakat kecil dengan pungutan PPN atas bahan pokok alias sembako, yang sebelumnya termasuk barang yang dikecualikan kena pajak. Menurut perhitungan Anis yang sempat diskusi dengan pakar ekonomi, potensi penerimaan pajak atas sembako jika dikenakan PPN satu persen tak cukup signifikan.

Namun, kata dia, dampaknya bisa luar biasa menghantam daya beli masyarakat dan industri retail bahan pokok. Anis mengingatkan sejauh ini belum ada persetujuan DPR terhadap RUU KUP.

"Tapi sekali lagi mewacanakan kayak begini itu enggak pantas, bahwa PPN untuk sembako yang tadinya termasuk barang-barang yang dikecualikan untuk dikenakan PPN kemudian dicabut dari pengecualian itu, itu sangat tidak logis apalagi di masa pandemi ini," kata Anis.

Anis menegaskan, seharusnya pemerintah memastikan ketersediaan pangan yang cukup sehingga harganya terjangkau dan masyarakat memiliki gizi yang sehat. Bukan justru mengenakan pajak atas sembako di tengah bencana pandemi Covid-19.

"Empati pemerintah sangat diperlukan apalagi di saat sekarang ini, di mana kita perlu memikirkan masyarakat yang enggak bisa makan kalau sembako kena pajak," tutur dia.