Senin 14 Jun 2021 05:35 WIB

Batas Wajah yang Harus Dibasuh Saat Wudhu

Perlu diketahui dulu batas-batas wajah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Batas Wajah yang Harus Dibasuh Saat Wudhu
Foto: Republika/Yasin Habibi
Batas Wajah yang Harus Dibasuh Saat Wudhu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat sebuah pertanyaan dari seorang penanya kepada redaksi Islamweb terkait batas wajah yang harus dicuci saat berwudhu. Dan jawabannya ialah, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan untuk membasuh wajah saat berwudhu.

Untuk memperjelas apa yang harus dibersihkan dalam kewajiban ini, maka perlu diketahui batas-batas wajah. Batas wajah adalah dari akar rambut depan kepala hingga bagian bawah dagu (ujung depan dua sisi tulang rahang), dan dari daun telinga hingga daun telinga lebarnya.  

Baca Juga

Kriterianya adalah tempat biasa dari mana rambut itu tumbuh. Jadi jika rambut seseorang tidak ada dari keningnya (misalkan bagian depan kepalanya botak), maka tempat yang tidak memiliki rambut ini adalah bagian dari kepalanya. Dan barangsiapa yang menumbuhkan rambut di keningnya, maka tempat tumbuh rambut ini adalah bagian dari wajah.

Adapun dagu berasal dari wajah merupakan ujung depan dari dua sisi tulang rahang tempat tumbuh gigi bawah. Rambut yang tumbuh di cambang merupakan bagian dari wajah. Adapun rambut yang bersebelahan dengan tulang temporal yang disebut dengan pelipis itu berasal dari kepala dan bukan dari wajah.

Demikian pula rambut yang tumbuh di ujung dahi bukan dari wajah, melainkan kepala. Batas-batas wajah dalam Al-Iqnaa:

"Batas wajah secara vertikal adalah antara akar rambut depan kepala dari garis rambut ke bawah dagu dan secara horizontal dari daun telinga ke daun telinga. Hal ini termasuk cambang, yaitu rambut yang tumbuh pada tulang yang menonjol dari gendang telinga dan tidak termasuk pelipis. Tidak termasuk rambut yang tumbuh di dua sisi dahi di sisi wajah, juga tidak termasuk dua sisi rambut depan karena semua itu berasal dari kepala."

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement