Kamis 17 Jun 2021 16:58 WIB

Satgas Pertimbangkan Peniadaan Libur Panjang

Empat kali libur panjang 2020 selalu sebabkan kenaikan kasus.

Red: Indira Rezkisari
Warga melintasi area mural berisi imbauan penerapan protokol kesehatan di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (16/6). Mural tersebut menghiasi sepanjang kurang lebih 50 meter dalam rangka menyemarakkan HUT ke-494 Kota Jakarta dengan tema Jakarta Kota Kolaborasi. Selain itu petugas PPSU juga melukis mural berisi pesan imbauan menjaga protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga melintasi area mural berisi imbauan penerapan protokol kesehatan di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (16/6). Mural tersebut menghiasi sepanjang kurang lebih 50 meter dalam rangka menyemarakkan HUT ke-494 Kota Jakarta dengan tema Jakarta Kota Kolaborasi. Selain itu petugas PPSU juga melukis mural berisi pesan imbauan menjaga protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sedang mempertimbangkan kebijakan peniadaan agenda libur panjang. Peniadaan libur panjang merupakan  strategi pencegahan penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat.

"Jadi kami memang sedang mempertimbangkan agar sebaiknya kita tidak ada lagi libur panjang. Karena begitu ada libur panjang, selalu diikuti oleh kenaikan kasus," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi, Kamis (17/6).

Baca Juga

Sonny mengatakan lonjakan kasus Covid-19 yang melanda sejumlah daerah di Indonesia lebih diakibatkan mobilitas dan aktivitas penduduk usai libur Lebaran 2021. "Agenda libur panjang selalu diikuti oleh lonjakan kasus. Kita tahu juga bawa varian baru yang masuk ke Indonesia bahkan sudah ada sebelum libur panjang. Artinya, lonjakan kasus terjadi karena libur panjang yang ada," ujarnya.

Sonny mengatakan pemerintah telah berupaya mengantisipasi lonjakan kasus. Empat kali libur panjang di 2020 selalu menimbulkan lonjakan kasus aktif serta angka kematian, dan diikuti juga oleh peningkatan angka kematian tenaga kesehatan.

"Tetapi faktanya masih cukup banyak yang mudik. Ada sekitar 1,8 juta orang yang ternyata melakukan mudik sebelum pelarangan tanggal 6 sampai 17 Mei dan setelahnya," katanya.

Pemerintah sudah memprediksi kalau terjadi kenaikan mobilitas penduduk akan selalu diikuti oleh penurunan kepatuhan protokol kesehatan sehingga memicu peningkatan kasus. Sonny mengatakan Indonesia pernah berhasil menurunkan kasus aktif dari 176.500 lebih pada 5 Februari 2021, menjadi 87.662 ratus aktif di 18 Mei 2021.

"Jadi kita berhasil turunkan karena kepatuhan protokol kesehatan itu naik lalu kemudian mobilitas penduduk turun," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement