Senin 21 Jun 2021 20:29 WIB

Ditjen Migas Gelar Workshop RLA di Instalasi Kilang Migas

Sebagian besar kilang minyak di Indonesia telah berusia diatas 25 tahun

Red: Hiru Muhammad
Dalam rangka meningkatkan sinergi dalam pengawasan terhadap peralatan dan instalasi di industri migas khususnya peralatan dan instalasi yang telah melewati umur layan, Direktorat Teknik dan Lingkungan Migas Ditjen Migas menyelenggarakan Workshop Residual Life Assesment (RLA) di Instalasi Kilang Migas di Serpong, Tangerang, Kamis (10/6).
Foto: istimewa
Dalam rangka meningkatkan sinergi dalam pengawasan terhadap peralatan dan instalasi di industri migas khususnya peralatan dan instalasi yang telah melewati umur layan, Direktorat Teknik dan Lingkungan Migas Ditjen Migas menyelenggarakan Workshop Residual Life Assesment (RLA) di Instalasi Kilang Migas di Serpong, Tangerang, Kamis (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dalam rangka meningkatkan sinergi dalam pengawasan terhadap peralatan dan instalasi di industri migas khususnya peralatan dan instalasi yang telah melewati umur layan, Direktorat Teknik dan Lingkungan Migas Ditjen Migas menyelenggarakan Workshop Residual Life Assesment (RLA) di Instalasi Kilang Migas di Serpong, Tangerang, Kamis (10/6).

Kegiatan ini dibuka secara online oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Wakhid Hasyim, serta dihadiri oleh Koordinator Keselamatan Hilir Migas Ditjen Migas Wijayanto, perwakilan Kilang Refinery Unit PT Pertamina dan Kilang PPSDM Cepu serta pihak terkait lainnya.

Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Wakhid Hasyim menyampaikan, sebagian besar kilang minyak di Indonesia telah melewati umur layan yaitu di atas 25 tahun. Usia kilang yang terbilang sudah diatas rata-rata umur layan, membuat kilang-kilang tersebut membutuhkan perlakuan khusus untuk memastikan bahwa kilang masih dalam kondisi yang aman dan andal dalam beroperasi. Perlakuan khusus tersebut salah satu yang terpenting adalah pelaksanaan Residual Life Assessment (RLA) atau Penilaian Perpanjangan Sisa Umur Layan.

"Kenyataan ini harus menjadi perhatian bersama karena semakin tua usia peralatan, resiko yang ditimbulkan semakin besar. Badan usaha harus lebih berhati-hati dan waspada, serta harus selalu melakukan inspeksi di mana salah satunya adalah menghitung umur layan peralatan atau instalasi migas," ujar Wakhid.

Meskipun dalam pelaksanaannya RLA peralatan dan Instalasi dilakukan oleh Lembaga Enjiniering, tegas Wakhid, bukan berarti Badan Udaha menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga tersebut karena sejatinya Badan Usaha yang bertanggung jawab terhadap Keselamatan Instalasi.

"Kita yang bertanggung jawab terkait keselamatan instalasi kilang, terutama Kepala Teknik harus bisa mengecek dengan benar apakah hasil yang dilakukan dan perhitungan yang dilakukan sudah profesional, harus kita lakukan pengecekan dengan baik. Tentu untuk melakukan review ini, kita perlu memiliki pengetahuan yang cukup," tambahnya.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 18/2018 tentang Pemeriksaan Keselamatan peralatan dan Instalasi pada Kegoatan Usaha Minyak dan Gas Bumi, Instalasi dan/atau peralatan yang telah melewati batas umur layan desain dapat tetap digunakan setelah dilakukan perpanjangan sisa umur layan dan mendapat Persetujuan Layak Operasi dari Direktur Teknik dan Lingkungan Migas selaku Kepala Inspeksi Migas.

Selain itu terhadap peralatan dan/Instalasi yang tidak memiliki dokumen teknis atau tidak diketahui umur layan desainnya, wajib dilakukan Re-Engineering dan penilaian sisa umur layanan.

Dalam kesempatan tersebut, Wakhid juga mengingatkan agar badan usaha tidak lupa mengecek masa berlaku izin instalasi migas. "Kadang-kadang kita dengan kesibukan sehari-hari dan mengingat peralatan yang begitu banyak jumlahnya, tidak menyadari bahwa izin berlakunya sudah habis. Bagi izin peralatan yang sudah habis, harus segera diusulkan perpanjangan ke Ditjen Migas untuk ditindaklanjuti," kata Wakhid.

Koordinator Keselamatan Hilir Migas Ditjen Migas Wijayanto dalam workshop ini menekankan bahwa sesuai Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2018, untuk perpanjangan umur layan harus dilakukan penilaian RLA sesuai hasil analisis dengan mengutamakan faktor keselamatan. "Harus dilakukan inspeksi dan pemeriksaan keselamatan yang dilaksanakan oleh Kepala Teknik atau dapat dibantu oleh Lembaga Enjiniring," paparnya.

Penilaian RLA minimum meliputi penelaahan dokumen teknik instalasi dan/atau peralatan, penentuan mekanisme kerusakan, penentuan lingkup inspeksi terhadap mekanisme kerusakan, pemeriksaan bagian-bagian instalasi dan/atau peralatan, pemeriksaan uji tidak merusak sesuai lingkup inspeksi.

Selain itu, pemeriksaan uji merusak (apabila diperlukan), fitness for services (FFS), penilaian resiko terhadap instalasi dan/atau peralatan, penentuan sisa umur layan dan penentuan metode dan interval inspeksi selama perpanjangan umur layan.

Wijayanto memaparkan, hasil RLA berupa penentuan sisa umur layan dan penentuan metode dan interval inspeksi selama perpanjangan umur layan. Setelah itu dilakukan inspeksi dan pemeriksaan keselamatan yang mengacu pada rekomendasi metode dan interval dari hasil RLA. Metode inspeksi dituangkan dalam rencana inspeksi atau inspection test plan.

Secara garis besar tahapan Inspeksi dan Pemeriksaan Kesalamatan pada Instalasi dan/atau peralatan yang tidak diketahui atau melewati umur layan adalah sebagai berikut:

1. Re-engineering. Terhadap instalasi dan/atau perusahaan yang tidak memiliki dokumen teknis dan tidak diketahui umur layan desain, hanya dapat diberikan perpanjangan umur layan apabila telah dilakukan desain ulang (re-engineering) dan penilaian sisa umur layan.

2. RLA. Instalasi dan/atau peralatan yang telah melewati batas umur layan, desain dilakukan perpanjangan sisa umur layan (RLA). RLA mengacu pada hasil re-engineering (jika dokumen teknis tidak ada).

3. Inspeksi. Dilakukan oleh Kepala Teknik atau dibantu perusahaan inspeksi. Inspeksi dilakukan mengacu pada rekomendasi RLA.

4. Pemeriksaan keselamatan. Dilakukan oleh Kepala Inspeksi dan/atau Inspektur Migas atau pejabat yang ditugaskan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement