Selasa 22 Jun 2021 16:00 WIB

Sepak Terjang Fatahillah, Pembebas Sunda Kelapa

Fatahillah disebut sebagai tokoh utama yang berjasa mengusir penjajah dari Jakarta.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah kapal bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/5/2021). Menteri BUMN Erick Thohir berencana mempercantik kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk dijadikan destinasi wisata tempat kapal pesiar bersandar dengan tetap mempertahankan nilai sejarah.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Sejumlah kapal bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/5/2021). Menteri BUMN Erick Thohir berencana mempercantik kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk dijadikan destinasi wisata tempat kapal pesiar bersandar dengan tetap mempertahankan nilai sejarah.

REPUBLIKA.CO.ID, DKI Jakarta tak bisa dilepaskan dari sosok Fatahillah. Tokoh Muslim yang berperan penting dalam sejarah perjuangan Nusantara melawan bangsa penjajah. Fatahillah adalah aktor utama yang berjasa mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa, kemudian mengubah nama daerah tersebut menjadi Jayakarta, yang artinya kota kemenangan.

Terdapat beberapa pendapat tentang riwayat atau asal usul Fatahillah. Beberapa kalangan mengatakan, ia berasal dari Pasai, Aceh Utara. Daerah yang akhirnya dikuasi Portugis tersebut membuat Fatahillah terpaksa meninggalkan Pasai, kemudian pergi ke Makkah. Setelah ke Makkah, ia pulang kembali ke  tanah Jawa, yakni Demak.

Ada pula kalangan yang mengatakan, Fatahillah merupakan putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri raja Pajajaran. Pendapat hampir serupa menyebut Fatahillah dilahirkan pada 1448 dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rasa.

Kendati cukup banyak pendapat tentang asal usulnya, Fatahillah diperkirakan menginjakkan kakinya di tanah Jawa pada 1525. Kala itu, ia juga telah menyadari adanya ancaman kehadiran Portugis yang telah difasilitasi oleh Kerajaan Pajajaran melalui perjanjian Padrao (1522).

Menurut sejumlah sumber sejarah, raja Sunda menyambut hangat kedatangan bangsa Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik takhta menggantikan ayahnya dan bangsa Portugis memanggilnya dengan sebutan "Raja Samio".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement