Jumat 02 Jul 2021 03:31 WIB

Pesantren Matholib As Suluk Sukses Budi Daya Maggot

Santri membiayai sendiri kebutuhan sehari-hari tanpa tergantung pada orang tua.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pesantren Matholib As Suluk Sukses Budidaya Maggot (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Ampelsa/aww.
Pesantren Matholib As Suluk Sukses Budidaya Maggot (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pondok Pesantren Matholib As Suluk, Cirebon Jawa Barat sukses membudidayakan maggot. Bahkan keuntungan budidaya larva dari lalat Black Soldier itu sangat membantu menopang perekonomian pesantren dan kebutuhan sehari-hari para santri.

Pengasuh Ponpes Matholib As Suluk, KH Busrol Karim menjelaskan kesuksesan dalam budidaya maggot tak lepas dari kegigihan sejumlah santri senior yang ingin bisa mandiri secara ekonomi sehingga dapat membiayai sendiri segala kebutuhan sehari-hari tanpa tergantung kepada orang tua.   

Awalnya ia membimbing para santrinya yang sudah masuk usia produktif itu untuk memulai usaha budidaya jangkrik. Namun  modal yang harus dikeluarkan untuk budidaya jangkrik terbilang besar. Terlebih harga pakan jangkrik mengalami kenaikan. Akhirnya para santri Matholib As Suluk pun mencari cara untuk memperoleh pakan alternatif. Perlahan-lahan para santri pun belajar untuk budidaya maggot yang diharapkan dapat menjadi solusi pakan bagi jangkrik yang dibudidayakan. 

Budidaya maggot atau nama latinnya hermetia illucens itu pun berhasil. Tak disangka justru banyak orang-orang yang tertarik untuk membeli maggot yang dibudidayakan para santri Matholib As Suluk. Dari situlah para santri mulai lebih fokus untuk menggarap budidaya maggot. 

"Setelah kita tahu hasilnya ternyata lebih bagus maggot itu penghasilannya, budidaya jangkrik akhirnya kita stop dulu dan fokus ke maggot. Alhamdulillah penghasilan maggot itu bisa untuk para santri sehari-hari, untuk biaya mondoknya, biaya sekolahnya untuk jajannya sehari-hari," kata kiai Busrol kepada Republika beberapa waktu lalu. 

Sudah setahun para santri Matholib As Suluk berbudidaya maggot. Selain diajarkan budidaya, kemampuan para santri untuk memasarkan maggot yang telah dipanen pun terus diasah. Para santri yang terlibat budidaya maggot pun telah mampu mandiri secara ekonomi. 

"Kami itu tak memikirkan maggot itu dipasarkan awalnya, karena memang kami berpikir itu untuk pakan jangkrik karena pakannya kewalahan. Ternyata ada beberapa rekan kami yang mendorong para santri untuk budidaya maggot dan mereka siap membelinya," katanya.

Kiai Busrol mengatakan salah satu konsumennya adalah seorang pengumpul maggot untuk dijual ekspor. Sehingga hasil panen budidaya maggot para santri pun dapat dengan mudah terpasarkan. Seiring waktu konsumen maggot yang datang ke pesantren Matholib As Suluk pun bertambah banyak. Ada yang membeli maggot untuk keperluan pakan udang, ada juga untuk pakan ikan air tawar. Biasanya konsumen maggot memesan terlebih dulu kepada para santri agar hasil panen maggot tidak kehabisan.

Tak hanya maggot yang laris dibeli. Menurut Kiai Busrol, para santrinya kini juga fokus untuk berbisnis telur maggot yang harganya jauh lebih tinggi dari harga maggot di pasaran. Kiai Busrol menjelaskan untuk maggot fresh dijual pada bandar dengan harga 5 ribu per kilo, sedang untuk harga konsumen dijual Rp 7 ribu per kilo. Sementara untuk telur maggot harganya Rp 6 ribu per gram atau Rp 6 juta per kilonya. 

Kiai Busrol mengatakan maggot dipanen setiap 20 hari sekali. Dengan kandang budidaya maggot ukuran 10x10 meter, para santri bisa memanen satu ton lebih maggot. Sementara untuk telur maggot dipanen setiap hari. Rata-rata telur maggot yang diperoleh tiap hari adalah 60 gram. Para santri pun terus mencoba mengembangkan budidaya maggot dengan memperluas area budidaya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement