Selasa 06 Jul 2021 23:27 WIB

Ternyata Prancis Pernah Mesra dengan Ottoman Turki  

Hubungan diplomatik Prancis dan Ottoman Turki pernah erat abad ke-16

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Hubungan diplomatik Prancis dan Ottoman Turki pernah erat abad ke-16. Para orang kaya di zaman Ottoman (ilustrasi)
Foto: google.com
Hubungan diplomatik Prancis dan Ottoman Turki pernah erat abad ke-16. Para orang kaya di zaman Ottoman (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Eratnya hubungan diplomatik Prancis dengan Turki Utsmaniyah atau Ottoman pada abad ke-16 adalah sebuah anomali.

Sebab, umumnya negeri-negeri Kristen di Eropa menaruh rasa curiga kalau bukan kebencian terhadap kekhalifahan Islam itu, yang berhasil menaklukkan Konstantinopel sejak 29 Mei 1453. Padahal, Raja Prancis Francis I pada tahun-tahun awal pemerintahannya kerap mengusung semangat anti-Turki. 

Baca Juga

Menurut De Lamar Jensen dalam artikelnya, The Ottoman Turks in Sixteenth Century French Diplomacy (1985), perubahan sikap Francis I bukan semata-mata imbas dari kekalahannya dalam Perang Pavia pada 1525. 

Tak dapat dimungkiri, peran Sultan Suleiman I Al Qanuni cukup besar dalam pembebasan putra Louise Savoy itu dari tahanan Charles V. Namun, mengapa aliansi dengan Utsmaniyah tetap diteruskan Prancis sesudah rajanya bebas? 

Jensen meyakini, alasannya adalah bahwa Francis I melihat besarnya keuntungan dari jalinan kerja sama dengan Turki. Waktu itu, imperium Islam tersebut menguasai nyaris seluruh Asia Barat dan sebagian pesisir Mediterania. Berbagai kota dan pelabuhan strategis berada di bawah kendali La Sublime Porte. 

Akademisi Brigham Young University itu mengatakan, Francis I mengupayakan diplomasi jangka panjang dengan Turki demi merebut berbagai konsesi perdagangan internasional. 

Raja Prancis itu menyadari, negeri-negeri Kristen semisal Venesia dan Ragusa telah menikmati berbagai keuntungan dengan membuka kerja sama dengan Turki. Hasilnya, dua negara-kota itu menjadi lebih makmur. Bandar perniagaannya selalu ramai dan menerima pasokan berbagai komoditas berharga dari Asia. 

Setelah kembali ke Paris, pada 1529 Francis I mengutus delegasi yang dipimpin Antonio Rincon ke Konstantinopel. Mulanya, utusan itu ditugaskan untuk meminta restu Sultan Suleiman I agar berkenan memulihkan status gereja tua di Yerusalem yang sudah menjadi masjid. Namun, secara halus permintaan itu ditolak sang sultan. Bagaimanapun, pemimpin Turki itu menghargai klaim Prancis sebagai pelindung hakhak umat Kristen di Tanah Suci Yerusalem.  

Pada April 1535, tepat ketika Charles V menyerang basis militer Turki di La Goletta dan Tunis, Francis I mengutus Jean de La Foret ke Porte. Tugasnya tidak hanya menyampaikan dukungan formal Prancis untuk misi militernya di Mediterania dalam melawan Habsburg dan Kekaisaran Romawi Suci, tetapi juga menjajaki per janjian jangka-panjang dalam bi dang perdagangan. Misi tersebut berhasil. Hingga akhir hayatnya Raja Francis I dan Suleiman I, perjanjian tersebut terus berlaku. 

Hasilnya, para pelaut dan saudagar Prancis menik mati berbagai kemudahan untuk ber dagang dan mendapatkan barang di pelabuhan-pelabuhan milik kekha lifahan, baik di Asia maupun Afrika Utara. 

Patut diketahui, hubungan Turki- Prancis saat itu tak berlangsung setara. Dalam arti, yang lebih aktif adalah Prancis. Negeri Heksagon terus mengirimkan para duta besarnya. Konsulat Prancis pun dibuka di Konstantinopel serta beberapa kota. 

Namun, tidak pernah ada kantor perwakilan permanen atau semacam kedutaan besar Turki di wilayah Prancis, utamanya pada era Suleiman I. Jensen mengatakan, hal itu bukan berarti Kekhalifahan setengah-hati dalam menjalin diplomatik.

Yang hendak ditegaskan Sultan ialah, kerajaannya selalu berposisi lebih superior. Prancis membutuhkan Turki, tetapi belum tentu Turki membutuhkan Prancis.      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement