Ahad 11 Jul 2021 07:51 WIB

Jihad Pendidikan Ormas-Ormas Islam

Agama menjadi pegangan Muhammadiyah, NU, hingga Persis berjihad di bidang pendidikan.

Red: Karta Raharja Ucu
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah
Foto:

NU yang lahir dari rahim pesantren-pesantren yang dibina para kiai sejak puluhan bahkan ratusan tahun sebelumnya. Atas dasar itulah menurut Dr Tiar mengapa NU memilih jalur pendidikan. "Jadi NU itu lahir dari pesantren, bukan pesantren lahir dari NU. Pesantren itu identik dengan NU," ucap dia.

Pendapat serupa disampaikan Pengamat Pendidikan Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah yang percaya para ulama sangat sadar bahwa membangun bangsa dan masyarakat itu medianya adalah pendidikan. Ia berpendapat, masyarakat yang cerdas akan melahirkan bangsa yang kuat dan merdeka.

"Hal ini didasarkan pada nilai-nilai Islam atau Alquran dan hadits. Tentu saja sejarah kebudayaan Islam. Pembangunan pendidikan juga secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat," kata Jejen dalam pesan singkatnya via WhatsApp.

Jejen meyakini kunci sukses para ulama pendiri ormas-ormas Islam di Indonesia menjaga peradaban pendidikan di Indonesia adalah keikhlasan, bukan sekadar mencari keuntungan. Para ulama, kata Jejen, juga mencintai santri dan siswanya dengan tulus, hingga lembaga-lembaga pendidikan Islam memiliki manajemen yang transparan disertai ibadah dan doa para pendiri.

"Tanpa keikhlasan dan doa tidak akan bertahan suatu lembaga pendidikan. Terakhir, adalah kerja keras. Mereka bekerja keras mempertahankan idealisme dan menjaga mutu lembaga," ucap dia.

Pendidikan model pesantren yang dikembangkan ormas-ormas Islam di mata pengamat sosial budaya dari UIN Walisongo, Dr Ahwan Fanani, sudah menjadi bagian dari khazanah pendidikan Islam di Indonesia sejak dulu. “Model pendidikan pesantren ini sudah ada jauh sebelum republik ini berdiri. Bahkan jauh sebelum ormas-ormas Islam lahir,” kata Ahwan menerangkan.

Ia berkata, berkembangnya pesantren di Indonesia dari masa ke masa, tidak lepas dari cara pandang masyarakat mengenai belajar. Belajar zaman dulu, kata dia, disebut "mbeguru" atau berguru.

Berguru, kata dia, sebenarnya fenomena umum karena dalam sistem pendidikan klasik kunci pendidikan adalah guru. Dalam tradisi Islam, China maupun India, sentra pendidikan ada pada sosok guru, sehingga orang belajar dengan mencari guru seraya melayani guru. "Inilah yang kemudian menjadi ciri khas pesantren tradisional,” kata dia menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement