Jumat 16 Jul 2021 06:56 WIB

Tak Usah Antre Oksigen, Nak, Bapak Sudah Tiada

Saat Covid-19 pasokan oksigen menjadi hal yang susah didapatkan.

Red: Joko Sadewo
Pekerja membongkar muat tabung oksigen yang akan didistribusikan kepada pasien COVID-19 di Kantor PMI Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (3/7/2021).
Foto: ANTARA FOTO/IDHAD ZAKARIA
Pekerja membongkar muat tabung oksigen yang akan didistribusikan kepada pasien COVID-19 di Kantor PMI Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (3/7/2021).

Oleh : Andi Nur Aminah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa hari ini, ibu RT di lingkungan perumahan saya terlihat lebih sibuk. Dia mengurusi warganya yang sudah puluhan orang terpapar Covid-19. Sebagai satgas Covid di lingkup terkecil, dia aktif menghimpun sumbangan dari warga dan membagikannya untuk para tetangga yang terpapar, juga mengontak puskesmas setempat untuk melaporkan kondisi warganya.

Namun belakangan, kesibukannya bertambah lagi. Dia mulai mengurusi warga yang mengeluh sesak napas dan membutuhkan oksigen. Di grup Whatsapp RT pun, pesannya wara-wiri. Mulai dari mencari informasi di mana penjualan oksigen yang masih tersedia, siapa yang bisa meminjamkan tabung, si A lagi sesak napas mohon doanya dan lainnya. Kami warganya pun ikut lega saat dia mengirimkan foto sedang memegang sebuah tabung gas oksigen berwarna putih, sambil menulis: "Alhamdulillah, sudah dapat."

Itu hanya contoh kecil di lingkungan saya. Luar biasa. Karena di luar sana, dari berita-berita yang beredar, informasi yang muncul di jagad maya, orang-orang yang berburu oksigen ini sangat banyak. Ada banyak kisah sedih dari mereka yang harus ikhlas melepas orang-orang tercintanya pergi, karena tak sempat tertolong dengan asupan oksigen.

Di salah satu postingan kawan saya, dia menulis: Gak sengaja menguping dalam antrian tabung oksigen, ternyata air mata bisa pecah di sini. "Nak pulang yuk, tidak usah antre lagi, bapak sudah tidak ada." Kemudian pemuda itu menyeka air matanya, mengemasi tabungnya dan pulang.

Berkali-kali saya menghela napas panjang. Ya Allah, betapa bersyukurnya masih bisa dalam kondisi normal bebas menghirup oksigen yang melimpah 24 jam Engkau sediakan. Oksigen dengan mudahnya dihirup melalui hidung menuju paru-paru agar kita tetap bisa bernapas.

Tapi, itu bagi orang yang sehat. Namun, bagi orang sakit, apalagi terpapar Covid-19, keberadaan oksigen saat ini sangat diidam-idamkan untuk membantu kelangsungan hidupnya.

Susahnya bernafas tanpa bantuan oksigen medis bagi pasien Covid-19 pernah dialami Gubernur Riau, Syamsuar. Dia pernah terpapar Covid-19 dan harus menjalani perawatan sekitar satu bulan. Kesulitan bernafas sempat dialaminya apalagi adanya penyakit penyerta (komorbid) yang memperparah kondisinya.

"Saya tahu persis rasanya susah bernafas. Oksigen ini sangat membantu ketika kita kesulitan bernafas terutama apabila Covid-19 sudah sampai ke paru-paru," kata Syamsuar. Kesaksian Gubernur Riau itu membuktikan bahwa sumbangan oksigen sangat menentukan keselamatan jiwa pasien Covid-19 yang membutuhkan.

Berburu tabung oksigen medis oleh keluarga pasien yang terpapar Covid-19 saat ini memang menjadi cerita yang mengenaskan. Mengantisipasi makin banyaknya warga yang tumbang akibat gagal nafas, pemerintah sudah mengambil langkah taktis. Kalangan pengusaha industri gas sudah diultimatum agar mengonversi gas oksigen medis yang tadinya 20 sampai 30 persen, sekarang dialokasikan sebanyak 50 persen untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang melonjak. Semuanya difokuskan dulu untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah sakit.

Saat ini, jumlah pasien positif Covid-19 bertambah sekitar enam hingga delapan kali lipat. Kebutuhan oksigen bagi pasien Covid-19 pun meningkat dari semula berkisar 60 ton, kini menjadi 3.000 hingga 4.000 ton per hari. Sebanyak 2.200 ton di antaranya telah dialokasikan untuk kebutuhan oksigen di Pulau Jawa.

Pemerintah juga sudah mendapatkan komitmen dari sektor perindustrian agar konversi oksigen industri ke medis diberikan sampai 90 persen. Ini setara dengan 575 ribu ton oksigen.

Tapi itu untuk yang ada di rumah sakit. Padahal, saat ini karena rumah sakit mulai overload, banyak warga terpapar Covid-19 terpaksa dirawat di rumah dan dalam pemantauan petugas medis lingkungan terdekat.

Selain mengonversi kebutuhan oksigen dari sektor industri, pemerintah pun sudah melaksanakan impor oksigen. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, sebanyak 40 ribu ton oksigen cair sudah dalam proses impor. Luhut menyebut, sebenarnya kita tidak butuh sebanyak itu. Tapi melihat tren dunia seperti yang terjadi di AS, Inggris, yang trennya meningkat tajam, maka lebih baik berjaga-jaga.

Selain impor oksigen cair, juga ada tambahan impor konsentrantor oksigen sebanyak 50 ribu tabung. Nantinya, tabung konsentrator ini akan dipinjamkan kepada pasien Covid-19 bergejala ringan hingga sedang yang melakukan perawatan di rumah. Jika sudah selesai dipakai, akan diambil kembali. Tabung oksigen dan konsetrator yang tidak lagi terpakai, kelak bisa diserahkan kepada rumah sakit di Indonesia untuk digunakan dalam penanganan pasien secara reguler.

Badai Covid-19 entah kapan berakhir. Kita tentu berharap upaya-upaya yang dilakukan dalam menaggulangi kekurangan oksigen akan membantu dalam penanganan pandemi ini. Tak bisa membayangkan jika kelangkaan oksigen terus terjadi, maka tsunami Covid-19 yang merenggut ribuan jiwa seperti di India bisa menimpa Indonesia. Nauzubillahi min zalik.

Pasien Covid-19 yang telah dibantu oksigen medis saja masih bisa meninggal dunia, apalagi yang tidak dibantu dengan oksigen. Namun kembali lagi, semuanya berpulang kepada ketetapan Allah SWT. Manusia hanya bisa berdoa dan berusaha. Banyak-banyaklah bersyukur bagi kita yang masih bisa menghirup oksigen dengan bebas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement