Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Ersyad Muttaqien

Menemani Anak Belajar Daring (Pendekatan Komunikasi)

Eduaksi | Thursday, 22 Jul 2021, 14:26 WIB
Ilustrasi belajar bersama orang tua.

Dua tahun sudah selama pandemi berlangsung sektor pendidikan mengalami perubahan fundamental secara teknis yaitu sistem pembelajaran menjadi online dalam bahasa yang lebih familiar disebut daring (dalam jaringan). Menggunakan jaringan internet untuk melakukan pembelajaran jarak jauh.

Kondisi pembelajaran daring awalnya menemukan keunikan tersendiri, siswa yang seharusnya memiliki mindset belajar online malah menganggap pembelajaran daring ini seolah-olah bonus untuk liburan lepas dari tanggung jawab akademik. Kondisi ini terjadi dikarenakan mental ketidaksiapan siswa menghadapi tantangan model pembelajaran baru.

Diwaktu siang, hari senin, seorang anak SMP di ruangan televisi khusyu memainkan smartphone dan saat di cek ibu nya ternyata anak tersebut sedang asyik bermain game Mobile Legend. Si ibu menggerutu “kamu bukannya belajar malah main game!”, anak itu menjawab “udah kok, bu, tugas pelajaran udah beres”. Dan si ibu pun percaya dengan mudahnya. Kisah ini hanyalah ilustrasi yang menggambarkan kondisi penghuni rumah saat pembelajaran daring.

Perlu diketahui bahwa sajian aplikasi yang ada dalam smartphone itu banyak pilihan, unik dan mengasyikan. Ketawa-ketawa membaca pesan singkat teman di whatsapp, melihat postingan selebgram dan mengulik banyak permainan game. Ketiga hal ini teramat mengasyikan ketimbang harus membaca whatsapp guru atau membuka aplikasi pembelajaran daring yang tentunya tidak menghibur (malah menguras otak).

Fakta tersebut harus menjadi pegangan orangtua untuk melakukan kontrol yang optimal terhadap proses pembelajaran anak selama dirumah. Bahwa anak yang khusyu mengotak-atik smartphone belum tentu dia sedang ada dalam proses pembelajaran daring.

Controling Communication

Kontrol pertama yang mesti dilakukan adalah membangun komunikasi yang hangat dengan anak, Frazier Moor mengemukakan salahsatu tanda komunikasi yang hangat ialah terbinanya pengertian antar individu. Sehingga menuntun anak untuk bersikap terbuka dan jujur. Menurut akademisi kedokteran H. William Kelly Kejujuran adalah dasar dari komunikasi yang efektif dan hubungan yang sehat.

Komunikasi hangat tentunya harus dibarengi dengan sikap orangtua yang positif seperti, murah senyum, emosi diri yang terkendali dan berempati. Jika orangtua bersikap galak dan reaktif sukar terjadi komunikasi yang hangat dan cenderung mendorong anak bersikap tertutup dan mudah berbohong.

Kontrol kedua adalah membangun komunikasi dua arah dan berkelanjutan dengan pihak sekolah (wali kelas, guru mata pelajaran, dsb). Meminta review dan evaluasi (harian, mingguan dan bulanan) mengenai perkembangan pembelajaran daring anak. Informasi dari pihak sekolah ini merupakan data yang kita miliki agar tepat sasaran saat melakukan pendampingan terhadap anak selama pembelajaran dirumah.

Jika tidak melakukan komunikasi dua arah dengan pihak sekolah, bisa terjadi hal yang tidak sinkron. Misal, seorang anak memiliki perkembangan yang bagus-signifikan di mata pelajaran matematika, namun oleh orangtuanya terus menerus di arahkan belajar matematika bukan pelajaran lain yang cenderung grafiknya menurun. Kasus lainnya, bisa saja anak dalam pengumpulan tugas selalu melewati batas deadline, dengan data yang diinformasikan pihak sekolah maka akan dengan mudah kita menuntun anak untuk bersikap lebih disiplin lagi.

Kontrol ketiga adalah melakukan self communication atau komunikasi intrapribadi. Komunikasi intrapribadi ini bersifat perenungan kedalam diri sendiri. Sudah sejauh mana orangtua menghadirkan suasana rumah yang menyenangkan, apakah ayah sudah membiasakan dialog untuk mengasah pikiran si anak? Dan yang paling terpenting sudah relevan kah tindak tanduk kita disesuaikan dengan perkembangan zaman si anak.

Bersikap egois membandingkan kondisi zaman si anak dengan mengagungkan zaman orangtuanya adalah contoh tindakan yang tidak relevan. Orangtua hanya cukup memberikan teladan yang baik maka itu akan bisa merubah aspek perilaku anak. Kita mesti ingat nasihat sahabat Ali bin Abi Thalib “Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”.

Kontrol yang terakhir adalah membudayakan komunikasi transendental (komunikasi kepada sang pencipta) menghimpun kekuatan spiritualitas dengan melakukan pendekatan kepada Allah SWT berbentuk do’a agar selama pembelajaran daring dan situasi pandemi diberikan mental yang kuat, hati yang bersih dan pikiran yang produktif. Disisi lain semangat spiritualitas akan menguatkan imun tubuh secara ekstra dan ajaib.

Pembelajaran daring mengusung paradigma parents centris atau orangtua memegang peran lebih dominan dalam perkembangan anak baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pandemi belum usai, pembelajaran daring terus berlanjut. Daripada mengeluh kapan anak-anak sekolah tatap muka lebih baik perkuat diri, upgrade diri, agar menjadi orangtua yang bermanfaat selama pembelajaran daring.


(Penulis merupakan pengajar di prodi ilmu komunikasi FISIP Universitas Pasundan).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image