Jumat 23 Jul 2021 01:40 WIB

Kesulitan Mendengar di Ruangan Ramai? Waspadai Penyakit Ini

Kesulitan mengikuti percakapan di lingkungan bising menjadi gejala awal demensia.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Warga berolahraga di Taman Hijau Simpang Lima Gumul yang ditutup di Kediri, Jawa Timur, Ahad (11/7/2021). Kesulitan mengikuti percakapan di lingkungan bising dapat menjadi gejala awal demensia.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Warga berolahraga di Taman Hijau Simpang Lima Gumul yang ditutup di Kediri, Jawa Timur, Ahad (11/7/2021). Kesulitan mengikuti percakapan di lingkungan bising dapat menjadi gejala awal demensia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang mungkin pernah mengalami kesulitan untuk mendengar saat berada di ruangan atau lingkungan yang ramai dan bising. Kondisi tersebut bisa jadi merupakan sebuah gejala awal dari demensia di kemudian hari.

Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi berskala besar yang melibatkan lebih dari 80 ribu orang selama 11 tahun. Ini merupakan studi pertama yang menginvestigasi hubungan antara kesulitan mendengar pembicaraan dengan demensia pada populasi yang lebih besar.

Baca Juga

Sekitar 11 tahun lalu, peneliti merekrut 82 ribu orang partisipan berusia di atas 60 tahun dengan kondisi kognitif yang sehat. Selama studi ini berlangsung, peneliti melakukan penilaian terhadap gangguan pendengaran speech-in-noise (SiN) yang dialami oleh para partisipan. Peneliti lalu membagi para partisipan ke dalam tiga kelompok SiN, yaitu normal, tidak mencukupi, dan buruk.

Gangguan pendengaran SiN ini merujuk pada fenomena yang dikenal dengan nama cocktail party effect atau efek pesta cocktail. Ini merupakan sebutan untuk sebuah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan untuk menyaring suara-suara orang lain dan berfokus pada satu pembicara saja di tengah lingkungan sosial yang ramai atau bising.

Selama periode studi berlangsung, peneliti berhasil mendeteksi 1.285 kasus demensia di antara para partisipan. Peneliti lalu membandingkan temuan ini dengan hasil penilaian SiN yang mereka lakukan di awal studi.

Hasil studi menunjukkan bahwa partisipan yang berada dalam kelompok "tidak mencukupi" memiliki peningkatan risiko demensia di kemudian hari sebesar 61 persen. Pada kelompok "buruk", partisipan memiliki risiko mengalami demensia 91 persen.

Katy Stubbs dari Alzheimer's Research UK mengatakan, sebagian besar orang sering kali hanya mengaitkan demensia dengan masalah daya ingat. Padahal, ada beragam masalah yang juga bisa berkaitan dengan demensia. Salah satunya adalah kesulitan mengikuti percakapan di lingkungan bising.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement