Jumat 23 Jul 2021 21:53 WIB

Jokowi Sidak ke Apotek, Langkanya Obat Pasien Covid Terbukti

Pada Jumat (23/7) sore Jokowi melakukan inspeksi mendadak ke sebuah apotek di Bogor.

Red: Andri Saubani
Tenaga kesehatan menyiapkan obat untuk pasien Covid-19. (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Tenaga kesehatan menyiapkan obat untuk pasien Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Shabrina Zakaria, Bambang Noroyono

Baca Juga

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (23/7) sore, melakukan inspeksi mendadak di sebuah apotek di Kota Bogor, Jawa Barat. Dalam potongan video yang diterima Republika, terlihat Jokowi menanyakan ke petugas apotek perihal ketersediaan sejumlah obat untuk penunjang perawatan pasien Covid-19.

"Saya mau ini, apa, mau cari obat antivirus yang Oseltamivir," kata Jokowi kepada petugas apotek.

Sayangnya, persediaan Oseltamivir di apotek yang tidak disebutkan lokasi spesifiknya itu kosong. Presiden pun menanyakan lagi kepada petugas, di mana obat jenis tersebut bisa dicari.

"Nah itu, kita juga sudah enggak dapat barang. Oseltamivir yang generik sudah lama (kosong), Pak. Kemarin ada merek Fluvir itu patennya. Tapi itu sekarang juga sudah kosong," jawab seorang petugas apotek yang ditemui presiden.

Petugas Apotek Vila Duta, Herly Herinda menerangkan, saat tiba, Jokowi menunjukkan secarik kertas berisikan tiga jenis obat dan satu jenis multivitamin. “Tadi bawa kertas beliau mencari obat yang sekarang banyak dipakai orang terpapar Covid-19, itu yang dicari. Kebetulan sekarang semuanya tidak ada. Beliau hanya tanya itu aja,” tutur Herly kepada wartawan, Jumat (23/7).

Herly menyebutkan, tidak adanya obat-obatan yang diinginkan Presiden lantaran saat ini obat-obatan tersebut sedang ramai dicari orang. Sehingga, banyak apotek yang sudah kehabisan stoknya.

Tak hanya itu, banyaknya warga yang mencari obat tersebut untuk proses penyembuhan Covid-19, juga berdampak pada ketersediaan obat di level distributor. Herly menambahkan, pihaknya sulit mendapatkan obat-obatan tersebut sejak sebulan yang lalu.

“Kebetulan ketersediaan obat-obatan itu di kami sedang kosong, karena memang terkendala dari distributornya tidak ada, karena banyaknya warga yang mengkonsolidasikan obat itu untuk proses penyembuhan dari Covid-19,” jelasnya.

Selain menanyakan ketersediaan obat-obatan Covid-19, Jokowi juga membeli sejumlah multivitamin. Salah satunya vitamin D3 1000 IU yang saat ini kerap dicari oleh masyarakat.

Emang lagi susah stoknya. Karena banyak masyarakat juga yang mencari. Tadi saja presiden cuma beli D3 1.000 IU, dan beberapa multivitamin. Belanjaan pak presiden tadi tidak lebih dari Rp 100 ribu,” pungkasnya.

Seusai membeli sejumlah obat dari Apotek Vila Duta Jokowi pun meninggalkan lokasi, dan kembali ke Istana Kepresidenan Bogor pukul 14.41 WIB.

Sidak Presiden Jokowi sore tadi dibenarkan oleh Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono. Heru menyebutkan, presiden memang ingin tahu kondisi di lapangan terkait persediaan obat Covid-19.

 

 

Sebagai informasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menegaskan bahwa seluruh obat-obatan penunjang penyembuhan Covid-19 baru bisa ditebus dengan resep dokter. Obat-obatan yang dimaksud termasuk antivirus, antiparasit, dan antibiotik. BPOM mengingatkan bahwa konsumsi obat tanpa resep bisa berbahaya dan menimbulkan efek samping.

Namun, sebagai panduan masyarakat dan tenaga medis, BPOM juga merilis Surat Edaran (SE) BPOM nomor PW.01.10.3.34.07.21.07 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Distribusi Obat degan Persetujuan Penggunaan Darurat yang diteken pada 13 Juli 2021.

Menteri BUMN Erick Thohir sendiri telah mengkonfirmasi adanya delapan obat ini yang mendapat izin penggunaan darurat alias EUA ini. Kedelapannya adalah Remdesivir, Favipiravir, Oseltamivir, Immunoglobulin, Ivermectin, Tocilizumab, Azithromycin, dan Dexatemason (tunggal).

Berbeda dengan fakta dari hasil sidak Jokowi, Mabes Polri memastikan sementara ini, ketersedian obat-obatan Covid-19, dalam kondisi aman, dan terpenuhi. Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto mengatakan, dari pelaporan rutin seluruh tingkat kepolisian, dan dari gugus tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan, ketersedian obat-obatan untuk pasien Covid-19 tak ada terjadi kelangkaan.

“Sejauh ini, masih terkendali. Apalagi pemerintah, dan teman-teman dari Babinsa (TNI), menyalurkan target tiga juta obat-obatan secara gratis,” ujar Agus, saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Jumat (23/7).

Namun, ia menginstruksikan, kepada jajaran kepolisian untuk tetap selalu mengawasi, dan mengawal pendistribusian obat-obatan Covid-19. Termasuk, kata dia, memastikan penjulan obat-obatan untuk pasien korona di seluruh Indonesia, tak terjadi pelambungan harga, maupun penimbunan barang.

“Bahwa harga memang terjadi hukum ekonomi, karena kesediannya terbatas. Makanya, kita tetap lakukan langkah-langkah pengawasan, penyelidikan, dan penindakan yang menjual dengan harga di atas eceran tertinggi,” terang Agus.

Menjalankan instruksi Mabes Polri tersebut, Polda Papua termasuk yang gencar melakukan pengawasan, dengan penerjunan tim khusus mengawasi depot obat-obatan, dan alat-alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa (AM) Kamal, dalam rilis resmi menyampaikan tim Diresnarkoba yang melakukan pengawasan, dan pengecekan harga, serta ketersedian obat-obatan Covid-19 di Papua.

“Dari hasil pengecekan di lapangan, diketahui secara umum harga obat-obatan yang dijual masih sesuai standar HET yang sudah diterapkan pemerintah,” ujar Kamal, Jumat (23/7).

Menurut dia, dari hasil pengecekan, obat Ivermectine, dan Ecterna tak dibolehkan dijual bebas. Artinya, kata Kamal, harus dengan resep dokter. “Ivermectin dan Acterna, tidak tersedia di apotek-apotek,” ujar Kamal.

Adapun untuk obat jenis Azuthomycin yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diketahui dijual dengan harga tinggi. Yaitu, sekira Rp 180 ribu, untuk ukuran 500 miligram.

“Selama dilakukannya pengecekan, dan pengawasan di beberapa apotik, dan distributor tidak ditemukan adanya penimbunan, dan kenaikan harga yang tidak wajar,” terang Kamal.

photo
Harga eceran obat tertinggi dalam masa pandemi Covid-19. - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement