Sabtu 24 Jul 2021 08:12 WIB

ADB Sedia 80 Miliar Dolar AS Danai Program Perubahan Iklim

Anggaran ADB 80 miliar dolar AS disalurkan secara kumulatif dari 2019 hingga 2030

Rep: Novita Intan/ Red: Christiyaningsih
Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (19/5/2021). Berdasarkan hasil riset perusahaan konsultan Verisk Maplecroft, DKI Jakarta menduduki urutan pertama di dunia sebagai kota paling rentan terhadap risiko lingkungan yang dinilai dari kualitas udara dan air, tekanan panas, kelangkaan air, kerentanan terhadap perubahan iklim dan eksposur lanskap, populasi, ekonomi serta infrastruktur terhadap bahaya alam.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (19/5/2021). Berdasarkan hasil riset perusahaan konsultan Verisk Maplecroft, DKI Jakarta menduduki urutan pertama di dunia sebagai kota paling rentan terhadap risiko lingkungan yang dinilai dari kualitas udara dan air, tekanan panas, kelangkaan air, kerentanan terhadap perubahan iklim dan eksposur lanskap, populasi, ekonomi serta infrastruktur terhadap bahaya alam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Asian Development Bank (ADB) menyediakan dana sebesar 80 miliar dolar AS secara kumulatif dari 2019 hingga 2030. Anggaran ini digunakan pembiayaan program perubahan iklim.

Presiden ADB Masatugu Asakawa mengatakan pihaknya berupaya membantu usaha negara-negara berkembang dalam melakukan transisi ke ekonomi hijau secara adil dan terjangkau. “ADB menargetkan untuk menyediakan setidaknya 80 miliar dolar AS untuk pembiayaan program perubahan iklim, dari 2019 sampai 2030, secara kumulatif,” ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Sabtu (24/7).

Baca Juga

Menurutnya ADB akan meningkatkan investasi pada program adaptasi dan ketahanan terhadap perubahan iklim sebesar sembilan miliar dolar AS secara kumulatif dari 2019 sampai 2024. Tak hanya itu, Asakawa menyebut ADB mendorong program sponsor dari sektor swasta untuk mengambangkan Energy Transition Mechanism (ETM) di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dia membayangkan ETM akan terdiri dari fasilitas yang mengatalisasi sumber pendanaan berdasarkan donor (sumbangan) dan filantropi. Asakawa lalu menyebut ETM sebagai metode yang berbasis pasar dan adil untuk mempercepat transisi dari pembangkit tenaga batu bara, serta memulai pertumbuhan penggunaan energi terbarukan.

“ETM memiliki potensi untuk membantu negara berkembang dalam mengurangi emisi gas rumah kaca mereka,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement