Senin 26 Jul 2021 15:13 WIB

Menteri BUMN Ungkap Ketersediaan Obat Terapi Covid-19

Erick Thohir menyampaikan ketersediaan obat terapi Covid-19 hingga dua bulan ke depan

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan stok obat terapi Covid-19 tersedia hingga dua bulan ke depan. (ilustrasi).
Foto: Dok BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan stok obat terapi Covid-19 tersedia hingga dua bulan ke depan. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan ketersediaan obat terapi Covid-19 hingga dua bulan ke depan. Erick menyebut stok obat untuk terapi pasien Covid-19 ditujukan bagi apotek BUMN, pesanan dari Kemenkes, keperluan holding RS BUMN, dan paket dua juta yang BUMN suplai ke TNI untuk program PPKM.

"Ini di luar apotek dan RS swasta karena yang produksi obat seperti Oseltamivir tidak hanya dari kami BUMN, PT Indofarma, tapi juga banyak dari perusahaan swasta seperti Amarox, Etana, Biotik, Kalbe Farma, Roche dan Samparindo, pun dengan Azithromycin," ujar Erick saat jumpa pers terkait rapat terbatas mengenai pinjaman kredit usaha (KUR) pertanian di Jakarta, Senin (26/7).

Baca Juga

Erick mengatakan pemerintah telah menyiapkan Azithromycin sebanyak 980 ribu,

Zinc sebanyak 1,2 juta, Paracetamol sebanyak 2,3 juta, vitamin C sebanyak 7,6 juta, vitamin D sebanyak 1,6 juta, Oseltamivir sebanyak 7,7 juta, Favipiravir sebanyak 4 juta, dan Avicov sebanyak 1,5 juta hingga 31 Juli.

"Total agustus terus kita lanjutkan jadi secara produksi akan terus kita tingkatkan," ucap Erick.

Erick mengatakan hingga September nanti, total produksi untuk azithromycin sekitar 13 juta, zinc sekitar 15 juta, paracetamol sebanyak 30 juta, vitamin V sebanyak 77 juta,

ambroxol sebanyak 26 juta, vitamin D3 sebanyak 20 juta, oseltamivir sebanyak 32 juta, dan favipiravir sebanyak 83 juta. Kata Erick, pemerintah juga akan memperkuat pengawasan agar tidak ada penimbunan

"Jadi saat beli, kita kuotakan dan sesuai resep dokter, karena kita takut ada loop hole, tentu kita tidak menyalahkan siapa-siapa, misalnya tiba-tiba ada satu orang bisa beli dalam jumlah yang besar, itu yang kita jaga di apotek atau sesuai dengan kebutuhan RS atau Kemenkes," kata Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement