Selasa 27 Jul 2021 00:07 WIB

Fahmi Idris Bagikan Tips Pencegahan Korupsi

Moralitas adalah bagian sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris meraih gelar Doktor Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) setelah mempertahankan disertasinya di depan dewan penguji yang berjudul Korupsi Pada Masyarakat yang Menjunjung Tinggi Keadilan Sosial: Refleksi Kritis Berbasis Kontraktualisme Rawls.
Foto: istimewa
Politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris meraih gelar Doktor Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) setelah mempertahankan disertasinya di depan dewan penguji yang berjudul Korupsi Pada Masyarakat yang Menjunjung Tinggi Keadilan Sosial: Refleksi Kritis Berbasis Kontraktualisme Rawls.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta mantan menteri Perindustrian Fahmi Idris optimistis fenomena korupsi di Indonesia dapat dicegah. Caranya dengan menggunakan pendekatan refleksi dialogis dan pendekatan kultural. 

Hal itu disampaikan Fahmi usai meraih gelar Doktor Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) pada Senin (26/7). Ia mempertahankan disertasinya di depan dewan penguji yang berjudul “Korupsi pada Masyarakat yang Menjunjung Tinggi Keadilan Sosial: Refleksi Kritis Berbasis Kontraktualisme Rawls”.

Fahmi menjelaskan pendekatan refleksi dialogis merupakan respon adaptif individual terhadap upaya bertahan hidup dan bersifat universal. Sehingga terdapat pada semua warga negara yang memiliki kapasitas berpikir ditandai dengan kedewasaan dan kesehatan psikologis. 

"Adapun pendekatan kultural dengan memanfaatkan karakteristik masyarakat yang pada gilirannya merupakan respons adaptif secara kolektif terhadap upaya bertahan hidup. Pendekatan kultural ini bersifat partikular, otomatis dan mudah dijalankan," kata Fahmi dalam keterangan pers, Senin (26/7).

Fahmi menganggap kedua pendekatan ini dapat diterapkan pada tatanan moral karena menggunakan agen-agen pembentuk moral masyarakat yaitu tokoh-tokoh agama. Mereka akan bergerak sebagai salah satu deliberator yang memanfaatkan karakteristik masyarakat Indonesia yang religius. 

"Namun, agen-agen deliberator yang menggunakan pendekatan refleksi dialogis mungkin sulit untuk mengubah tatanan moral masyarakat karena rasionalitas bukanlah komponen dari karakteristik masyarakat Indonesia," ujar Fahmi.

Walaupun begitu, Fahmi meyakini deliberator dengan pendekatan refleksi dialogis dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi pemberantasan korupsi. Caranya menggunakan instrumen rasional seperti hukum atau infrastruktur pemberantasan korupsi dengan dimotivasi oleh ajaran agama.

"Moralitas adalah bagian sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi," ucap Fahmi.

Selain itu, Fahmi menyampaikan moralitas harus benar-benar menghakimi perilaku politik. Ia menyarankan agar politik harus menjadi nomor dua. Ia mengusulkan sanksi moral dan sanksi hukum dalam mengambil keputusan terhadap pelaku korupsi. 

"Sanksi moral yang diberikan masyarakat misalnya ekspresi kemarahan, kemarahan verbal, menyalahkan, memberi kecaman, ketidaksetujuan, teguran, kritik moral pemaparan, boikot, penghindaran, bahkan kebencian yang didukung oleh hukum akan memberikan umpan balik negatif pada individu yang berniat korupsi," tutur Fahmi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement