Jumat 06 Aug 2021 16:47 WIB

Situs Warisan Dunia UNESCO di Ethiopia Dikuasai Pemberontak

Lalibela adalah situs suci bagi jutaan orang Kristen Ortodoks

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Christiyaningsih
 Gambar ini dibuat dari video tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Ethiopia milik negara pada hari Senin, 16 November 2020 menunjukkan militer Ethiopia dalam pengangkut personel lapis baja, di sebuah jalan di daerah dekat perbatasan wilayah Tigray dan Amhara di Ethiopia.
Foto: AP/Ethiopian News Agency
Gambar ini dibuat dari video tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Ethiopia milik negara pada hari Senin, 16 November 2020 menunjukkan militer Ethiopia dalam pengangkut personel lapis baja, di sebuah jalan di daerah dekat perbatasan wilayah Tigray dan Amhara di Ethiopia.

REPUBLIKA.CO.ID, TIGRAY -- Pemberontak dari wilayah Tigray utara Ethiopia telah menguasai kota Lalibela, sebuah situs warisan dunia UNESCO di wilayah tetangga Amhara. Lalibela, rumah bagi gereja abad ke-13 yang dipahat dari batu, adalah situs suci bagi jutaan orang Kristen Ortodoks.

Warga telah melarikan diri dari serangan pemberontak, kata pejabat setempat dilansir BBC, Jumat (6/8). Ribuan orang tewas sejak perang pecah November lalu. Pertempuran sekarang menyebar ke Amhara dan Afar, wilayah lain yang berbatasan dengan Tigray.

Baca Juga

Wakil Wali Kota Lalibela, Mandefro Tadesse, mengatakan kota itu berada di bawah kendali pemberontak Tigray. Dia menyebut tidak ada penembakan tetapi penduduk melarikan diri dari kota dan dia khawatir tentang keamanan gereja-gereja bersejarah.

Ada 11 gereja gua monolitik abad pertengahan di Lalibela yang dipahat dari batu yang berasal dari abad ke-12 dan ke-13. Mereka dibangun sebagai pengganti ziarah ke Tanah Suci yang tidak terjangkau pada saat itu.

Gereja-gereja tersebut ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1978. Mereka dirawat oleh para imam dari Gereja Tewahedo Ortodoks Ethiopia.

"Ini adalah warisan dunia dan kita harus bekerja sama untuk menjamin harta ini tetap terjaga," kata Mandefro.

Departemen Luar Negeri AS meminta pasukan Tigrayan untuk menghormati warisan budaya Lalibela karena Washington menjadi semakin prihatin atas konflik tersebut. Pertempuran menyebar mengikuti keuntungan teritorial signifikan yang dibuat oleh pemberontak Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) pada Juni, termasuk merebut ibu kota regional Tigray Mekelle setelah pasukan Ethiopia mundur dan pemerintah mengumumkan gencatan senjata sepihak.

TPLF adalah pemerintah daerah Tigray sampai digulingkan oleh pasukan federal November lalu. Ini telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Ethiopia. Namun, pemberontak mengatakan mereka adalah pemerintah daerah Tigray yang sah.

Awal pekan ini seorang jenderal pemberontak mengatakan bahwa kelompok itu bertujuan untuk memaksa pemerintah federal mencabut blokade dan menyetujui solusi politik untuk krisis tersebut. Pemerintah menyangkal ada blokade dan telah mengesampingkan pembicaraan.

Namun dorongan TPLF ke Amhara dan Afar telah menuai kritik internasional. Baik PBB maupun AS pekan ini menyerukan semua pihak untuk berhenti berperang. Pemerintah Ethiopia mengatakan lebih dari 300 ribu orang telah mengungsi di Amhara dan Afar.

Secara terpisah, PBB mengatakan 175 truk yang membawa bantuan kemanusiaan telah tiba di Tigray. Namun kepala Program Pangan Dunia PBB (WFP) memperingatkan lebih dari 100 truk dibutuhkan setiap hari untuk menjangkau jutaan orang yang membutuhkan.

Pekerja bantuan telah berjuang untuk mendapatkan akses ke sebagian besar Tigray karena ketidakamanan dan rintangan birokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement