Ahad 08 Aug 2021 10:49 WIB

Rebut Kembali Kejayaan Media di Era Sosial Media

Media Konvensional terlalu lambat merespon percepatan tehnologi informasi.

Red: Joko Sadewo
PT Pertamina (Persero) memastikan informasi yang beredar di masyarakat terkait Gift (hadiah) dalam rangka ‘40th anniversary celebration’ tidaklah benar atau hoaks
Foto: Pertamina
PT Pertamina (Persero) memastikan informasi yang beredar di masyarakat terkait Gift (hadiah) dalam rangka ‘40th anniversary celebration’ tidaklah benar atau hoaks

Oleh : Hiru Muhammad, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid-19 kian membuktikan kejayaan media sosial yang sekaligus menggeser posisi media konvensional yang bertahun lamanya menjadi penguasa tunggal jagad informasi. Para pengelola media konvensional kini suka ataupun tidak harus berlomba dalam menyajikan berita dengan penggiat media sosial seperti youtuber, buzzer, atau apapun namanya.

Perlombaan yang berlangsung ketat ini telah membuat banyak media konvensional yang tidak siap menghadapinya, atau tidak memiliki strategi digital yang kuat, menjadi kelelahan dan mundur atau  gulung tikar. Transformasi cepat, menjadi kata kunci bagi media konvensional apabila masih ingin diperhitungkan publik. Saat ini publik sedang menikmati derasnya informasi yang disuguhkan media sosial. Publik tidak lagi hanya sebagai obyek, melainkan juga berperan sebagai subyek dari era informasi saat ini. Mereka tidak bisa sepenuhnya didikte, namun mereka kini bisa mendikte atau menentukan keadaan. 

Namun, sayangnya di tengah euphoria media sosial saat ini, banyak pengguna media sosial minim pengetahuan bagaimana penggunaan media sosial dengan benar dan bijak. Minimnya pengetahuan ilmu komunikasi mereka, telah mendorong pelanggaran atau penyalahgunaan media sosial.  Hal itu terbukti dengan membanjirnya konten bergaya alay atau prank bertebaran di media sosial. Dalam membuat konten di kanal media sosial seperti youtube mereka langsung tayang, tidak memikirkan kualitas apalagi tanggung jawab. Meski tidak sedikit juga konten yang dibuat dengan motivasi positif.

Namun konten populer yang bergaya wah dan cenderung mengabaikan kualitas, plus meme lucu sebagai pemanis menjadi menu favorit para penikmat media sosial. Informasi tersebut segera dilahap publik yang sedang dahaga informasi di saat pandemi. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat tidak mampu diimbangi dengan kemampuan etika atau pembelajaran cepat dalam menggunaan media sosial dengan penuh tanggung jawab. Adanya undang-undang ITE dan perangkat hukum lainnya, tampaknya belum mampu mengerem atau mengendalikan laju informasi menyesatkan di media sosial. Publikpun yang menjadi target informasi kembali dibuat galau.

Apalagi Kaum milenial di Indonesia yang menjadi konsumen terbesar media sosial, belum sepenuhnya memiliki pandangan yang mapan ataupun mental yang kuat, sehingga mudah diombang-ambingkan informasi di media sosial. Di sisi lain mereka yang berkecimpung di dunia media konvensional, terlalu lama mempertimbangkan atau merumuskan materi informasi yang hendak ditayangkan. Proses produksi berita yang memakan waktu lama ini, akhirnya harus kalah bersaing dengan konten di media sosial yang dibuat instan oleh individu dan nyaris tanpa pemikiran panjang alias tanpa birokasi.

Karena itu sudah saatnya para pengelola media konvensional ataupun individu yang memiliki rasa tanggung jawab tinggi dalam bermedia sosial terus memperbanyak konten positif. Termasuk di dalamnya memperkuat kerja sama di antara sesama pengelola media konvensional baik elektronik, cetak maupun online. Munculnya sejumlah publik figur atau artis media sosial dari berbagai latar belakang profesi saat ini diharapkan juga membantu mendorong terbentuknya rasa tanggung jawab yang tinggi atas apa yang diunggahnya di media sosial. Kalangan pendidik seperti perguruan tinggi, tempat menghasilkan kaum intelektual juga diminta meningkatkan perannya di media sosial dengan menyajikan beragam konten positif yang dibuat konten kreator masa kini yang digemari kaum milenial. Setidaknya hal ini dibutuhkan untuk mengimbangi derasnya informasi di media sosial yang sulit dikendalikan.

Medsos kini menjadi ajang pertarungan informasi yang sengit antara media konvensional dengan buzzer atau netizen yang tidak mengutamakan kualitas. Mereka yang memiliki strategi jitu tentunya akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan panjang yang tidak jelas kapan berakhirnya. Bahkan pertarungan antara sesama buzzer dan sesama netizenpun termasuk prank  sudah terjadi seperti kasus Akidi Tio yang mencuat beberapa pekan terakhir.  Derasnya informasi positif di media sosial akan mampu merubah keadaan, meski tidak diketahui apakah lebih baik atau buruk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement