Senin 23 Aug 2021 18:36 WIB

Amendemen UUD tak Terbatas tak Sehat Bagi Demokrasi

Amandemen dengan perpanjang jabatan presiden tidak akan baik bagi demokrasi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Azyumardi Azra mengatakan, rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terbatas seperti membuka kotak pandora.
Foto: dok Republika
Azyumardi Azra mengatakan, rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terbatas seperti membuka kotak pandora.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra, mengatakan, rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terbatas seperti membuka kotak pandora. Meskipun amendemen disebut hanya sebatas memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke UUD, tetapi berpotensi ada pasal-pasal lain yang diubah yang tidak sehat bagi demokrasi di Tanah Air.

"Termasuk juga misalnya memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga kali atau lebih, itu saya kira juga tidak sehat untuk demokrasi kita," ujar Azyumardi dalam dialog publik daring, Senin (23/8).

Baca Juga

Menurut dia, apabila perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari dua periode atau 10 tahun itu terjadi, maka Indonesia akan mengalami kemunduran demokrasi yang luar biasa. Hal ini tentu berdampak pada sistem pemilu yang sudah dibangun.

Di samping itu, peran masyarakat sipil juga merosot dalam lima tahun terakhir. Azyumardi mengatakan, pemerintah dan lembaga legislatif meninggalkan masyarakat sipil dalam proses-proses legislasi, jika pun masyarakat dilibatkan tetapi sangat terbatas.

Dia menyebutkan, hal itu tercermin dari proses perubahan Undang-Undang (UU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan rancangan omnibuslaw UU Cipta Kerja yang tidak melibatkan masyarakat. "Kalau pun ada sangat minimal," tutur Azyumardi.

Dia juga mengatakan, masyarakat sipil di Indonesia mengalami disorientasi sehingga memerlukan pemulihan atau konsolidasi. Namun, menurutnya, Indonesia cukup beruntung mempunyai masyarakat sipil yang cukup kuat, karena berhasil melalui transisi yang cukup lancar dari otoritarianisme ke demokrasi.

"Bandingkan Indonesia sebagai penduduk Muslim terbanyak di dunia dengan demokrasi yang tidak sukses, yang tidak bisa berhasil di Timur Tengah setelah Arab Spring tidak ada yang berhasil. Kenapa tidak berhasil? Salah satu faktornya adalah tidak adanya, absennya civil society," jelas Azyumardi.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصٰرٰى نَحْنُ اَبْنٰۤؤُ اللّٰهِ وَاَحِبَّاۤؤُهٗ ۗ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوْبِكُمْ ۗ بَلْ اَنْتُمْ بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَۗ يَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖوَاِلَيْهِ الْمَصِيْرُ
Orang Yahudi dan Nasrani berkata, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Katakanlah, “Mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? Tidak, kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang Dia ciptakan. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang Dia kehendaki. Dan milik Allah seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Dan kepada-Nya semua akan kembali.”

(QS. Al-Ma'idah ayat 18)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement