Rabu 25 Aug 2021 12:23 WIB

Golkar: Amendemen UUD 1945 tidak Mendesak

Indonesia saat ini sedang berjuang mengatasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Red: Mas Alamil Huda
MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945 (ilustrasi)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena menilai, amendemen UUD NRI 1945 tidak mendesak untuk dilakukan. Sebab, menurut dia, Indonesia saat ini sedang berjuang mengatasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

"Fraksi Golkar berpendapat tidak mendesak dilakukan amendemen UUD NRI 1945. Pemerintah saat ini sedang fokus mengatasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," kata Idris Laena di Jakarta, Rabu (25/8).

Dia menilai, lebih baik MPR RI fokus membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 daripada melakukan amendemen UUD NRI 1945. Idris menegaskan, wacana amendemen UUD NRI 1945 yang disampaikan pimpinan MPR RI belum merupakan representasi sikap lembaga MPR.

Dia mengatakan, Pimpinan MPR belum mengadakan rapat gabungan dengan pimpinan fraksi-fraksi yang menjadi forum menyampaikan sikap resmi fraksi-fraksi dan kelompok DPD RI.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, keputusan akhir apakah perlu dilakukan amendemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan kewenangan MPR menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tergantung pada dinamika politik dan para pimpinan partai politik untuk mengambil keputusan.

"Apakah akan dilakukan amendemen terbatas, ini tergantung dinamika politik dan stakeholder di gedung parlemen ini yaitu pimpinan partai politik, lalu para cendekiawan, akademisi, dan praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet.

Menurut dia, sikap pimpinan partai politik akan tercermin dari para anggotanya di parlemen yaitu di DPR dan Badan Pekerja MPR RI. Dia mengatakan, saat dirinya baru menjadi Ketua MPR melakukan kunjungan ke pimpinan partai politik dan banyak masukan yang diterimanya.

Bamsoet mengatakan, banyak harapan yang menginginkan agar MPR menyikapi berbagai aspirasi masyarakat yang berkembang yaitu arus besar yang mendorong agar MPR memiliki kembali kewenangan menetapkan PPHN. Menurut dia, selama ini PPHN hanya diatur dalam sebuah UU dan rekomendasi MPR periode 2014-2019 meminta periode 2019-2024 mendorong agar PPHN memiliki payung hukum lebih kuat yaitu melalui Ketetapan MPR.

"Payung hukum PPHN melalui TAP MPR RI itu agar semua patuh dan tidak bisa 'ditorpedo' oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," katanya. Bamsoet menjelaskan, arus besar tersebut menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki arah dan bintang pengarah dalam jangka panjang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement