Senin 30 Aug 2021 16:24 WIB

Partisipasi Vaksinasi Ibu Hamil di Mataram Rendah

Baru 10 ibu hamil yang melakukan vaksinasi dari target sekitar 2.000 orang.

Red: Ani Nursalikah
Partisipasi Vaksinasi Ibu Hamil di Mataram Rendah. Ilustrasi
Foto: riga nurul iman
Partisipasi Vaksinasi Ibu Hamil di Mataram Rendah. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kesehatan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat menyebutkan tingkat partisipasi ibu hamil untuk vaksinasi Covid-19 di Mataram masih rendah. Saat ini, baru 10 ibu hamil yang melakukan vaksinasi dari target sekitar 2.000 orang.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram Usman Hadi mengatakan 10 ibu hamil yang mendapat vaksin Covid-19 tersebut berasal dari kalangan masyarakat umum. "Sebenarnya, kami ingin memberikan vaksinasi ibu hamil pertama dari kalangan tenaga kesehatan (nakes). Tapi kebetulan, nakes di Dinkes belum ada yang hamil sesuai persyaratan," katanya, Senin (30/8).

Baca Juga

Salah satu syarat ibu hamil boleh divaksinasi Covid-19 adalah usia kandungan sekitar 17 minggu. Setelah mendapatkan vaksin Covid-19, kondisi kesehatan ibu hamil akan terus dipantau.

"Ketika ada keluhan atau gejala lain, kmia akan konsultasikan langsung dengan dokter kandungan," katanya.

Usman mengakui untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 ibu hamil ini membutuhkan kerja keras lebih optimal lagi melalui berbagai sosialisasi dan edukasi terhadap ibu hamil yang sudah memenuhi kriteria agar mau divaksinasi. "Ini menjadi tantangan kita bersama para nakes, kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta aparat di masing-masing kelurahan dan lingkungan," katanya.

Ibu hamil direkomendasikan mendapatkan vaksin Covid-19 karena ibu hamil dinilai rentan terpapar Covid-19. Karena itu, perlu kerja keras guna memberikan pemahaman kepada ibu hamil terhadap manfaat dari vaksin Covid-19.

Dia mengakui sebagian ibu hamil memang masih ragu bahkan ada yang takut divaksinasi sebab menurut mereka itu bisa berdampak terhadap bayi dalam kandungannya. "Padahal, vaksinasi ibu hamil ini sudah ada rekomendasi dari Perhimpunan Obstetri Ginekolog Indonesia (POGI) dan Menteri Kesehatan berdasarkan hasil kajian dari para ahli di bidang itu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement