Senin 30 Aug 2021 20:06 WIB

Mantan Bupati Nganjuk Didakwa Kasus Jual Beli Jabatan

Novi Rahman Hidhayat didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan

Red: Mas Alamil Huda
Wartawan mengambil gambar ruangan yang disegel Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri di gedung Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Nganjuk, Jawa Timur, Senin (10/5/2021). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Bareskrim Polri melakukan penggeledahan gedung BKD saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang diduga terkait jual-beli jabatan.
Foto: ANTARA
Wartawan mengambil gambar ruangan yang disegel Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri di gedung Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Nganjuk, Jawa Timur, Senin (10/5/2021). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Bareskrim Polri melakukan penggeledahan gedung BKD saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang diduga terkait jual-beli jabatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Mantan bupati Nganjuk, Jawa Timur, Novi Rahman Hidayat, didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Andie Wicaksono mengatakan, terdakwa Novi Rahman Hidayat sebagai penyelenggara negara atau tepatnya Bupati Nganjuk dalam masa jabatan tahun 2018-2023 didakwa menyalahgunakan kekuasaan.

"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya," kata dia saat membaca dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (30/8).

Pada dakwaan tersebut, terdakwa dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa. Jaksa menilai terdakwa tidak menerapkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.35-5901 Tahun 2018 tanggal 5 September 2018 tentang Pengangkatan Bupati Nganjuk Provinsi Jatim dan berita acara pengucapan sumpah Bupati Nganjuk 24 September 2018.

Menurut JPU, terdakwa tidak melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik dengan pamrih dan mengharapkan imbalan dari kepala desa (kades) melalui camat yang ada di wilayahnya saat melaksanakan pengisian seleksi perangkat desa. Andie menyatakan, Novi selaku Bupati Nganjuk dianggap terbukti bersalah usai memaksa para kepala desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa melalui para camat di Kabupaten Nganjuk untuk memberikan uang masing-masing sebesar Rp 10 juta sampai Rp 15 juta.

Dalam kasus ini, Bupati Novi didakwa dengan Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Tisat Afriyandi, menyatakan, akan mengajukan eksepsi pada persidangan pekan depan. Menurutnya, ada beberapa dakwaan alternatif yang disampaikan JPU perihal alasan secara rincinyaakan dipelajarinya lebih lanjut.

"Pada prinsipnya, eksepsi kami sebagaimana hak terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 1 KUHP, terdakwa berhak memberikan jawaban terhadap JPU. Yang jelas, kami mengajukan eksepsi, pekan depan jadwal kami untuk memberikan jawaban atas eksepsi tersebut," ujarnya.

Ia menegaskan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pihaknya sebelum mengajukan eksepsi. Salah satunya adalah dakwaan dari JPU yang dinilai kabur. "Kan banyak sih (pertimbangan), eksepsinya, ada beberapa hal, terkait dakwaan tersebut kabur dan lain sebagainya, nanti kami bicarakan dengan tim. Jadi, banyak hal yang perlu kami cermati lagi terkait dakwaan tersebut, lebih jelasnya nanti di eksepsi tersebut, akan kami bedah satu per satu," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement