Jumat 03 Sep 2021 05:30 WIB

Vaksin Merah Putih: Diuji Melawan Delta, Hingga ke Industri

Vaksin Merah Putih merupakan vaksin karya para peneliti di Indonesia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Mas Alamil Huda
Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat.
Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, saat ini proses pengembangan vaksin Merah Putih oleh Eijkman sedang dalam tahap transisi dari proses penelitian dan pengembangan ke industri. Amin mengaku sudah menyelesaikan 90 persen lebih fase penelitian dan pengembangan. 

Vaksin Merah Putih merupakan vaksin karya para peneliti di Indonesia yang dikembangkan dari tahap awal mulai dari pengembangan seed vaksin baru hingga proses formulasi dan pengisian (filling). Amin berharap, proses uji klinis dapat mulai dilakukan akhir tahun ini atau pada awal tahun 2022.

"Diharapkan pertengahan tahun 2022 mendapat Emergency Use Authorization (EUA). Proses saat ini adalah scaling up, optimasi, dan peningkatan yield," kata Amin kepada Republika.co.id, Kamis (2/9).

Tiga proses ini menjadi penting agar ketika nanti masuk ke dalam sistem produksinya itu dapat dihasilkan vaksin dengan efisiensi yang tinggi, yang berarti harganya lebih murah. Karena jika hasilnya tidak tinggi, kata Amin, maka biayanya akan naik.

Menurut Amin, dalam hal ini lembaga Eijkman dan Biofarma akan mengadakan uji praklinik pada hewan. Dalam uji tersebut, calon vaksin yang digunakan standarnya harus sama seperti yang akan digunakan pada manusia.

Baca juga : Kemenkes Catat Kasus Kematian Pasien Covid Turun 37 Persen

"Sementara itu yang akan dilakukan, uji coba pada hewan sekitar 3 bulanan di akhir tahun diharapkan kami dapat melakukan uji klinik fase 1 kemudian juga dilanjutkan pada fase 2 dan 3," ujarnya.

Setelah proses uji klinis mulai dilakukan, Amin memperkirakan, delapan bulan kemudian akan memperoleh izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).

"Intinya lembaga Eijkman dengan industri sudah bekerja sama dengan erat. Prosesnya bukan berarti lembaga Eijkman menyerahkan bibit vaksin lalu selesai, tapi kami akan terus mengawal sampai uji klinis dan seterusnya," tutur Amin.

Sebelumnya, Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito, mengatakan, dari enam lembaga dan universitas yang mengembangkan vaksin Merah Putih di Indonesia. Buatan Unair memiliki progres paling cepat. Dari beberapa kandidat yang dikembangkan, saat ini pengembangan vaksin menggunakan platform inactivated virus yang dilakukan Tim Peneliti Vaksin Merah Putih Unair yang bermitra dengan PT Biotis telah mencapai kemajuan yang sangat baik.

Uji praklinik tahap pertama pada hewan uji transgenic mice telah diselesaikan. Saat ini sedang berlangsung uji praklinik tahap kedua pada hewan uji Macaca. Pelaksanaan uji klinik pada manusia juga akan dimulai dalam waktu dekat. "Selanjutnya proses uji klinik (vaksin Merah Putih Unair) pada manusia akan dimulai dalam waktu dekat," kata Penny.

Dalam proses pengembangan vaksin ini, peran BPOM dimulai sejak tahap uji praklinik dengan melakukan asistensi regulatori lebih awal dengan institusi riset atau industri farmasi. “Hasil uji praklinik dan uji klinik akan menjadi data dukung dalam proses registrasi,” lanjutnya.

Sementara Ketua peneliti vaksin Merah Putih dari Universitas Airlangga (Unair) Fedik Abdul Rantam mengatakan, ada tujuh isolat virus yang disiapkan dalam pengujian. "Kemarin kami lakukan uji tantang dengan varian delta dan buktinya melalui WGS (whole genome sequencing) menunjukkan bahwa isolat yang kami gunakan di uji tantang itu adalah varian delta," kata Fedik pekan lalu.

Baca juga : Dokter Australia Peringatkan Sistem Kesehatan Bisa Tumbang

Fedik mengatakan, uji vaksin Merah Putih terhadap varian Corona sangat diperlukan karena saat ini tidak hanya varian delta yang menyebar. Menurut dia, dari hasil monitoring, calon vaksin Merah Putih mampu menetralisasi varian corona dengan baik.

"Tidak hanya varian delta, tapi epsilon, beta. Di Indonesia yang banyak delta, kita memonitor calon vaksin kita itu apakah mengenali antibodi terhadap varian ini, dan sampai saat ini kemampuan netralisasi masih baik," ucap Fedik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement