Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Desi Nur Cahyasari

Kebijakan Baru Dana BOS Akankah Kebiri Sekolah Kecil?

Info Terkini | Tuesday, 14 Sep 2021, 02:44 WIB

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim memastikan tidak akan memberlakukan Pasal 3 ayat (2) huruf d pada Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan dana BOS reguler (tempo.com).

Setelah sebelumnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) kukuh mempertahankan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler. Permendikbud itu mengatur soal penghentian penyaluran dana BOS kepada sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60 selama tiga tahun berturut-turut (liputan6.com).

Bagi sekolah yang sejak tahun 2019 hingga tahun 2022 nanti tidak ada peningkatan jumlah siswa. Akan dianggap tidak mempergunakan dana bantuan untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan sekolah. Sehingga jangka waktu 3 tahun ini menjadi penentu ditegaskannya aturan, layak atau tidaknya bantuan dana diberikan.

Sungguh ironi sistem pedidikan di Negara kapitalis saat ini. Hitung-hitungan dalam pengupayaan bantuan dana mendapat banyak sindiran karena minim empati di tengah kondisi yang belum stabil akibat pandemi. Sebab perekonomian warga banyak mengalami penurunan.

Salah satu contoh di daerah-daerah pedesaan. Banyak ditemui kondisi orangtua yang masih kesulitan membiayai anak sekolah hingga putus sekolah. Selain itu, banyak pula pihak sekolah sulit mendapat siswa baru dikarenakan minimnya fasilitas gedung yang belum layak sebagai tempat belajar. Semua faktor kendala dan pendukung akan saling berhubungan. Tidak bisa lepas dari unsur materi (dana).

Jika Negara memiliki mimpi membangun bidang pendidikan lebih cerdas dan maju di semua daerah. Maka sudah sepantasnya peran tulusnya dalam berkontribusi, memberikan bantuan dana secara merata. Bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita mulia melahirkan generasi cemerlang tanpa perhitungan.

Sebagaimana sistem pendidikan dalam Islam terdahulu. Sejarah menceritakan eloknya pengaturan bidang pendidikan sebagai peran penting dalam membangun pilar peradaban gemilang dan tangguh. Pemerintahan kala itu, selalu berupaya membuat kondisi belajar mengajar selalu ideal. Agar siswa menjadi optimal dan semangat dalam menuntut ilmu.

Sarana dan prasana, ketersediaan tenaga pengajar yang mumpuni, sistem pergaulan, perpustakaan, media riset dan informasi, dan segala fasilitas penunjang sekolah yang ideal akan selalu diupayakan sebagai support system dari Negara. Kebijakan besar ini akan ditunjang oleh sistem ekonomi dan keuangan Islam. Negara akan memastikan kas melimpah ruah untuk memenuhi semua kebutuhan warganya.

Sistem Islam juga memiliki tujuan tegas dalam bidang pendidikan. Yaitu mencetak sumber daya manusia berkepribadian Islam. Yang siap bermanfaat untuk orang banyak. Sebab Negara paham bahwa pendidikan adalah hak setiap warga Negara tanpa melihat suku bangsa, miskin atau kaya, muslim atau nonmuslim, semua mendapat kesempatan yang sama.

Gambaran ini jelas berbeda jauh dengan kondisi sekarang yang membatasi anggaran dengan dalih efisiensi bantuan dana. Jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar, setiap tenaga pengajar mendapat gaji besar. 15 dinar atau setara 63,75 gram emas 24 karat per bulan. Para guru dan ulama begitu dimuliakan.

Begitu juga di masa Khalifah yang lain, pendidikan menjadi perhatian luar biasa dari para penguasa. Setiap karya dihargai tinggi oleh Negara. Memberi imbalan emas pada penulis buku sesuai dengan berat buku yang ditulisnya. Sehingga banyak yang berlomba dan antusias menuntut ilmu menunjukkan kiprahnya.

Semua ini menunjukkan betapa kaya dan perhatiannya Islam terhadap pentingnya pendidikan bagi setiap warga Negara. Banyak ilmuwan hebat lahir dari peradaban ini. Seperti Ibnu Sina dokter pertama yang ahli matematika. Abbas Ibnu Firnas yang menemukan ide pesawat dari mempelajari Al-Qur’an. Dan masih banyak contoh ilmuwan hebat lainnya. Yang menjadi pelopor pertama di seluruh dunia bahkan menjadi peradaban yang disegani.

Kondisi saat ini seakan menggambarkan hilangnya harapan membangun generasi gemilang. Dana menjadi kambing hitam atas persoalan yang menghantui dunia pendidikan di Negara ini. Seolah klasik, biaya dan buruknya kualitas pelayanan adalah jawaban perhitungan peran Negara dalam memberi upaya menyejahterakan rakyat. Parameter untung rugi selalu menjadi acuan kapitalisme. Menjadikan empati para penguasa mati akan kewajiban sebagai pengayom.

Seharusnya perbandingan kesejahteraan antara Islam dan kapitalisme ini dapat menjadi acuan besar kita bersama. Bahwa dalam Islam lebih menjaminan penyediaan fasilitas pendidikan untuk setiap individu rakyat, tanpa diskriminasi dan tanpa prasyarat yang menghalangi akses terhadap layanan. Bukan seperti kapitalisme yang selalu memberi harapan kosong dan minim empati.

Wallahu a’lam bish-shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image