Ahad 19 Sep 2021 05:23 WIB

Babak Baru Ta'awun Bank Muamalat

Ada misi luhur di balik pendirian Bank Muamalat.

Red: Joko Sadewo
Kantor pusat Bank Muamalat di kawasan Kuningan, Jakarta.
Foto: Republika/ Wihdan
Kantor pusat Bank Muamalat di kawasan Kuningan, Jakarta.

Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Penandatanganan Master Restructuring Agreement (MRA) oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PPA, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk, dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada Rabu (15/9/2021) jadi babak baru saling menolong (ta'awun) dalam perbaikan kondisi Bank Muamalat.

PT PPA resmi menjadi pengelola aset berkualitas rendah milik Bank Muamalat. Pengelolaan aset ini sejalan dengan langkah Bank Muamalat untuk melakukan penguatan modal.

Dalam MRA ini diatur mengenai hubungan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan transaksi yang akan dilakukan secara terpisah di kemudian hari. Antara lain, penerbitan dan pembelian instrumen berbasis syariah (sukuk), dan perjanjian pengelolaan aset pembiayaan berkualitas rendah milik Bank Muamalat.

Kabar kebutuhan penambahan modal Bank Muamalat sudah lama bergulir. Setidaknya sejak saya mulai liputan ekonomi syariah pada 2014 lalu. Seiring waktu, kabar penambahan modal itu diulang terus tanpa ada realisasi.

Sebagaimana entitas usaha pada umumnya, kecukupan modal amat penting buat menjalankan bisnis. Persoalannya, pemegang saham mayoritas Bank Muamalat terbelenggu aturan yang membuat mereka tak mungkin menyuntik modal ke bank syariah pertama di Indonesia itu.

Jika kita ingat, berbagai kabar kemudian bergulir. Mulai dari opsi bantuan negara melalui Kementerian Keuangan, penjajakan oleh investor strategis, hingga gerakan ramai-ramai menabung di Bank Muamalat. Sayangnya, bank yang resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 itu tak juga mendapat tambahan modal.

Pada awal 2020 , kabar baik datang. Putera pertama almarhum Pak Habibie, Ilham Habibie, bersama konsorsium investor yang ia ajak dalam Al Falah Investment Pte Ltd, mendapat restu OJK untuk menjadi investor Bank Muamalat.

Berdasarkan laporan keuangan, rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) Bank Muamalat sudah mencapai 15,12 persen per Juni 2021. Kondisi itu lebih baik dibandingkan KPMM pada Juni 2020 yang sebesar 12,13 persen.

Selain isu modal, Bank Muamalat juga punya beban pembiayaan bermasalah. Namanya juga beban, kalau Bank Muamalat disuruh balap lari di trek industri perbankan, ya terseok-seok.

Kalau melihat publikasi laporan keuangan Bank Muamalat, rasio pembiayaan bermasalah (NPF gross) Bank Muamalat sebesar 4,93 persen per Juni 2021. Angka itu sudah turun dari 5,70 persen pada Juni 2020.

Sudah mah sulit modal, manggul beban pula.

Pengelolaan aset pembiayaan berkualitas rendah Bank Muamalat oleh PT PPA jadi sebuah kelegaan. Alhamdulillah. Karena Bank Muamalat berkurang bebannya.

Masuknya BPKH, menurut saya, juga menarik. Sebagai badan yang salah satu tugasnya menghasilkan nilai manfaat buat jamaah haji, BPKH bisa membuat kerja sama yang menghasilkan return yang aman dengan Bank Muamalat. Terlebih dana kelolaan BPKH lebih dari Rp 100 triliun dan kondisi Bank Muamalat terus disehatkan.

Amanat

Penandatanganan MRA disaksikan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai perwakilan pemegang saham PT PPA. Erick mengatakan, penyehatan Bank Muamalat merupakan amanat dari Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin karena Bank Muamalat termasuk dalam ekosistem ekonomi syariah.

Hal itu bisa dipahami karena Indonesia sedang mengejar target jadi pusat ekonomi syariah pada 2024. Sependek pengetahuan saya, salah satu indikator yang lazim dipakai adalah dukungan pemerintah dan regulasi terhadap pengembangan ekonomi syariah. Jadi, semoga ini jadi poin plus buat Indonesia di panggung ekonomi syariah dunia.

Hal yang mungkin jadi pertanyaan adalah, mengapa Bank Muamalat perlu disehatkan? Bahkan Wapres sampai menaruh perhatian.

Orang-orang bisa dan boleh saja menafsirkan beragam perhatian itu. Saya dan kita juga bisa saja bodo amat dengan kondisi Bank Muamalat. Kan cuma satu bank.

Hanya saja, kalau Bank Muamalat sampai kolaps, ada konsekuensi yang harus dihadapi bersama. Idustri perbankan syariah akan terdampak. OJK mencatat, total aset perbankan syariah nasional sebesar Rp 616,19 triliun per Juni 2021. Dengat aset Rp 51,62 Bank Muamalat berkontribusi sekitar 8,38 persen terhadap industri bank syariah. Porsi itu boleh dibilang lumayan.

Keberadaan Bank Muamalat dengan aset senilai itu diperlukan sebagai penyeimbang industri perbankan syariah. Saat ini, ada Bank Syariah Indonesia yang nilai asetnya Rp 247,3 triliun per Juni 2021. BSI perlu sparing partner agar persaingan di industri perbankan syariah tetap sehat. Walaupun memang, aset Bank Muamalat belum sebesar BSI. Di lain sisi, mimpi bank syariah asal Indonesia go global itu sudah dirintis Bank Muamalat, dengan menjadi bank syariah pertama asal Indonesia yang punya kantor cabang luar negeri.

Buat saya, aneh rasanya kalau Indonesia punya bank syariah amat besar tapi menihilkan bank syariah pertama dan bersejarah. Itu akan sangat menampar kita, iya kita, umat Islam. Bagaimana bisa kita membiarkan bank syariah pertama itu berjuang sendiri mencari likuiditas?

Uang kita dikemanakan? Ngeluh pembiayaan bank syariah mahal tapi nabungnya di bank lain?

Perlu kita ingat lagi, pendirian Bank Muamalat lebih dari sekadar mendirikan entitas bisnis. Ada misi luhur, memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang ingin berbank dengan nilai-nilai yang adil dan transparan.

Maka, MRA Bank Muamalat dengan PT PPA dan BPKH ini adalah awal. Saya berharap kabar-kabar baik muncul setelah ini, dari PPA, BPKH, dan Bank Muamalat. Saya berharap pula semua proses berjalan sesuai aturan. Sebab urusan uang amatlah sensitif.

Pro kontra saya yakin pula akan selalu ada. Semoga itu bisa diatasi dengan keterbukaan, edukasi, dan sosialisasi yang baik.

Semoga ta'awun ini berkah buat semua. Aamiin.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement