Jumat 17 Sep 2021 07:41 WIB

Mendag Lutfi: Ekonomi Digital Kikis Kesenjangan Sosial

Pada 2020, produk pangan segar yang dijual melalui marketplace mencapai Rp 18 triliun

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang bumbu masak mempersiapkan dagangan yang di jual secara daring di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. ilustrasi .Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika
Pedagang bumbu masak mempersiapkan dagangan yang di jual secara daring di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. ilustrasi .Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mendukung digitalisasi distribusi produk pangan yang diinisiasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui aplikasi Warung Pangan. Sebab, lewat upaya digitalisasi dapat memperkuat peningkatan nilai tambah produk pangan dan mengikis kesenjangan sosial.

Ia menuturkan, adanya ekonomi digital akan mengikis kesenjangan sosial. “Ekonomi digital dapat mengikis kesenjangan sosial di masyarakat. Aplikasi berbasis teknologi harus berbasis inovasi agar dapat bersaing. Sehingga, kita bisa memuliakan petani dan pedagang, serta mewujudkan Indonesia yang tumbuh dan tangguh,” kata Lutfi, Kamis (16/9).

Baca Juga

Mendag menjelaskan, pada 2020, produk pangan segar yang dijual melalui lokapasar (marketplace) mencapai Rp 18 triliun. Pada 2021, diperkirakan mencapai lebih dari Rp21 triliun dan lima tahun lagi diperkirakan mencapai lebih dari Rp180 triliun. Hal tersebut menunjukkan, porsi penjualan pangan melalui niaga elektronik (e-commerce) walaupun masih kecil, tetapi tumbuh sangat pesat.

Ia menyampaikan, produk Rania dan Nusakita yang merupakan produk pangan dalam kemasan oleh kolaborasi BUMN klaster pangan, berlabel dan bermerek yang merupakan instrumen penting dalam perdagangan yang berkaitan dengan jaminan mutu, jaminan halal, daya tahan produk, nilai tambah, dan stabilitas harga.

“Saat ini, produk pangan di Indonesia baru sekitar sepertiganya yang diperdagangkan dengan kemasan, label, dan merek. Sehingga, langkah BUMN mendukung produk pangan yang dihasilkan petani dengan kemasan tentu merupakan langkah yang strategis,” tuturnya.

Selain itu, Lutfi juga mengungkapkan, rantai dingin dalam perdagangan saat ini adalah keniscayaan. Pada 2020, kapasitas rantai dingin untuk produk pangan di Indonesia baru tersedia sebanyak 1,73 juta ton dengan sekitar 10 ribu unit fasilitas pendingin, atau kurang dari 7 persen dari total produk potensial yang dilayani dengan rantai dingin.

“Pandemi Covid-19 juga telah menyebabkan peningkatan kebutuhan fasilitas rantai dingin untuk pangan hingga 16 persen per tahun. Bahkan, pada industri farmasi peningkatannya mencapai 115 persen,” jelas Mendag Lutfi.

Menurut Lutfi, pasar rantai dingin global diperkirakan tumbuh dari 212,24 mliar dolar AS pada 2020 menjadi 239,67 miliar dolar AS pada 2021 dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 12,93 persen. Pada 2025 mendatang, pasar rantai dingin global diperkirakan tumbuh lebih tinggi mencapai 344,51 miliar dolar AS dengan tingkat pertumbuhan tahunan 9,49 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement