Ahad 19 Sep 2021 08:22 WIB

OJK Ungkap Kondisi Industri Keuangan saat Pandemi

Pertumbuhan investor pasar modal dan kredit perbankan masih positif.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Wimboh menyampaikan, perkembangan sektor jasa keuangan hingga kuartal dua tahun ini masih positif.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Wimboh menyampaikan, perkembangan sektor jasa keuangan hingga kuartal dua tahun ini masih positif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan beberapa kebijakan yang disinergikan dengan pemerintah dan Bank Indonesia. Hal ini untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan menjaga kondisi industri jasa keuangan tetap berjalan baik.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, kebijakan OJK di antaranya stabilisasi pasar untuk menjaga sentimen pasar, komunikasi kebijakan yang efektif dan masif, restrukturisasi, dan memberikan kredit modal kerja tambahan.

Baca Juga

Dari sisi pasar modal, Wimboh menjelaskan kinerja pasar saham (IHSG) relatif stabil, misalnya IHSG per 14 September 2021 tercatat 6.129,10 atau naik 2,51 persen. Kemudian yield surat berharga negara (SBN) masih mampu menguat seiring masih tingginya.

"Investor non-residen masih mencatatkan inflow di pasar saham dan SBN. Spread yield US Treasury dibandingkan SBN sedikit mengalami penurunan. Hal yang sama juga terjadi penurunan yield pada korporasi di Indonesia," ujar Wimoh dalam keterangan resmi seperti dikutip Ahad (19/9).

Jika dilihat dari sisi permintaan, lanjut Wimboh, minat penghimpunan dana dan investasi di pasar modal juga mengalami peningkatan. Investor pasar modal terus meningkat signifikan di tengah pandemi menjadi 5,8 juta, mayoritas oleh investor ritel.

"Investor ritel berusia kurang 30 tahun semakin mendominasi dibandingkan tahun lalu, Juli 2020 tercatat 46 persen, dan di Juli 2021 tercatat 58 persen. Antusiasme investor ritel menjadi penyumbang tingginya nilai transaksi bursa saham," ucap Wimboh.

Dari sisi pasokan, penghimpunan dana di pasar modal pada 2021 telah melampaui nilai sepanjang 2020. Per 7 September 2021 sebesar Rp 257,9 triliun dari 129 penawaran umum (PU), selain itu masih terdapat 74 PU senilai Rp 39,05 triliun yang masih dalam pipeline, diperkirakan target 2021 tercapai. Kemudian, terdapat 35 emiten baru pada 2021 dan nilai penawaran umum terbesar dilakukan oleh sektor keuangan.

Dari sisi perbankan, menurut Wimboh, serupa dengan kondisi pasar saham, bahkan sektor perbankan masih mencatatkan kinerja yang positif. Hal itu terlihat dari beberapa indikator berikut.

Antara lain leading indicator perbankan yang mengalami kenaikan di sisi laba bersih yakni 9,69 persen, dana pihak ketiga per Juli 2021 sebesar Rp 6.966 triliun atau meningkat 10,4 persen year on year (YoY) atau 4,51 year to date (ytd) , kredit Juli 2021 juga meningkat 0,5 persen YoY atau 1,83 ytd yakni sebesar Rp 5.564 triliun.

Kemudian risiko likuiditas, AL/NCD 15,66 persen threshold 50 persen, dan AL/DPK 34,36 persen threshold 10 persen. Lalu risiko kredit meningkat pada Juli 2021 sebesar 3,35 persen dibanding Juli 2020 sebesar 3,22 persen. Selanjutnya permodalan, capital adequacy ratio (CAR) pada Juli 2021 sebesar 24,67 persen, sedangkan Juli 2020 sebesar 22,96 persen.

Khusus kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan. Kredit UMKM dan ritel masih mencatatkan pertumbuhan positif, sementara kredit korporasi sedikit terkontraksi secara bulanan (mtm). "Seiring penurunan mobilitas, kredit modal kerja dan konsumsi mengalami penurunan secara mtm," kata Wimboh.

Ia melanjutkan, bank persero menjadi penopang pertumbuhan kredit. Tercatat Bank BUMN dan Bank Perkreditan Daerah (BPD) masih menjadi pendorong pertumbuhan kredit memperlihatkan tren kenaikan sejak April 2021.

"Pertumbuhan Kredit ditopang oleh BUKU IV sebesar 3,37 persen (yoy) meskipun sedikit menurun secara bulanan," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement