Ahad 19 Sep 2021 16:28 WIB

Amnesty: Usut Kematian Nakes di Kiwirok Papua

Hilangnya satu nyawa nakes sangat memengaruhi pelayanan kesehatan di wilayah setempat

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Prajurit TNI AD menggotong tenaga kesehatan (Nakes) korban penyerangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) usai dievakuasi menggunakan helikopter milik TNI AD di Lapangan Frans Kaisepo Makodam XVII Cenderawasih, Kota Jayapura, Papua, Jumat (17/9/2021). Sembilan dari 11 tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang yang menjadi korban penyerangan KKB pada Senin (13/9/2021) di evakuasi ke Jayapura untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Marthen Indey, Kota Jayapura.
Foto: ANTARA/Indrayadi TH
Prajurit TNI AD menggotong tenaga kesehatan (Nakes) korban penyerangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) usai dievakuasi menggunakan helikopter milik TNI AD di Lapangan Frans Kaisepo Makodam XVII Cenderawasih, Kota Jayapura, Papua, Jumat (17/9/2021). Sembilan dari 11 tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang yang menjadi korban penyerangan KKB pada Senin (13/9/2021) di evakuasi ke Jayapura untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Marthen Indey, Kota Jayapura.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena menanggapi kematian perawat Gabriella Meilani di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Ia mendesak penyelidikan atas kematian Gabriella.

Wirya mengatakan pihaknya turut berbelasungkawa atas meninggalnya Gabriella. Menurutnya, hilangnya satu nyawa nakes sangat memengaruhi pelayanan kesehatan di wilayah setempat yang tergolong pelosok.

"Kami juga sangat menyesalkan dan mengecam keras terjadinya insiden yang membuat perawat Gabriella terpaksa lari dan menyelamatkan diri. Serangan, penyiksaan, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia apapun, apalagi sampai yang mengarah ke pembunuhan di luar hukum tidak bisa dibenarkan," kata Wirya dalam keterangan pers, Ahad (19/9).

Wirya menyatakan hak untuk hidup adalah hak fundamental. Oleh karena itu segala bentuk penghilangan terhadap hak hidup patut diselidiki.

"Kami mendesak negara untuk segera mengusut tuntas kematian perawat Gabriella. Semua pelaku pelanggaran HAM, baik aparat keamanan, kelompok bersenjata, maupun warga biasa yang terbukti melanggar HAM harus diadili secara terbuka, efektif, dan independen di pengadilan sipil," ujar Wirya.

Wirya menyebut tragedi ini seharusnya menjadi pengingat bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi pendekatan keamanan yang selama ini dipraktekkan dalam menyelesaikan konflik di Papua. 

"Selain itu, untuk mencegah siklus kekerasan yang terus berulang di Papua, negara harus segera mengakhiri impunitas yang selama ini terjadi," lanjut Wirya.

Sementara itu, Direktur Amnesty International Usman Hamid menambahkan, situasi Papua yang terus menerus diwarnai kekerasan tidak lepas dari rendahnya perhatian élite-elite politik Jakarta dalam memastikan penegakan hukum berjalan adil bagi semua pihak. 

"Setiap kali ada kekerasan, setiap itu pula kita melihat negara gagal untuk melakukan investigasi secara fair dan menyeluruh, apalagi menuntut pelakunya ke pengadilan umum," ucap Usman.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Amnesty International Indonesia, pada 13 September 2021, serangan terhadap warga terjadi di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Akibat kejadian ini, seorang perawat dilaporkan meninggal dunia, empat perawat lainnya luka-luka, satu perawat dilaporkan hilang, dan 300 nakes lainnya diungsikan.

Menurut keterangan Polres Pegunungan Bintang, seorang perawat yang meninggal, Gabriella Meilani, jatuh ke jurang saat menyelamatkan diri dari serangan tersebut bersama seorang rekannya yang bernama Kristina Sampe. Namun Kristina ditemukan petugas Gabungan TNI-Polri dalam keadaan selamat. 

Polres menyebut bahwa kelompok bersenjata melakukan kontak tembak dengan aparat keamanan pada Senin 13 September dan menyerang warga sipil termasuk nakes yang saat insiden sedang melayani masyarakat. Mereka juga menuding kelompok bersenjata membakar sejumlah fasilitas umum seperti puskesmas, sekolah, bank, dan pemukiman.

Dalam keterangan persnya, juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambon mengaku bahwa pihaknya telah mengeluarkan peringatan agar warga sipil non-Papua untuk segera meninggalkan wilayah konflik bersenjata, termasuk Pegunungan Bintang.

TPNPB-OPM membantah bahwa mereka membunuh Gabriella Meilani dan melemparkannya dari jurang setinggi 400 meter. Kelompok ini juga mendesak supaya dilakukan investigasi independen dan menyeluruh yang melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement