Kamis 23 Sep 2021 17:59 WIB

Konflik Myanmar Dibahas di Sela Sidang PBB

Internasional diminta mendukung kembalinya pengungsi Rohingya ke Myanmar

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pesisir pantai Kuala Simpang Ulim berada di sekitar tenda darurat di pulau Idaman, Aceh Timur, Aceh, Aceh (6/6/2021).
Foto: IRWANSYAH PUTRA/ANTARA
Pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pesisir pantai Kuala Simpang Ulim berada di sekitar tenda darurat di pulau Idaman, Aceh Timur, Aceh, Aceh (6/6/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Isu Myanmar menjadi pembahasan pada pertemuan High Level Event on Rohingya Crisis yang dihadiri Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi, Rabu (22/9) waktu Amerika. Pertemuan ini diselenggarakan bersama oleh Bangladesh sebagai pemimpin pertemuan, kemudian Turki, Arab Saudi, Indonesia, Gambia, Inggris, Irlandia, Uni Eropa, dan Sekretariat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

"Dalam pertemuan tersebut saya menyampaikan apresiasi dari Indonesia kepada pemerintah dan rakyat Bangladesh yang telah bersedia menampung pengungsi Rohingya," ujar Retno dalam briefing secara virtual, Kamis (23/9) waktu Jakarta.

Baca Juga

Retno menyampaikan kekhawatirannya karena rakyat Rohingya sudah menderita cukup lama dan hingga kini belum ada perkembangan perbaikan yang signifikan. Terutama pada masa pandemi ini, menilik situasi di pengungsian Cox's Bazar sangat rentan terpapar virus Covid-19 dan tingkat vaksinasi yang masih rendah.

"Dalam pertemuan ini, saya menekankan dua hal yang harus menjadi perhatian dunia internasional. Pertama bantuan untuk mengatasi Covid-19, seperti penyaluran vaksinasi, alat kesehatan dan obat-obatan ke Cox's Bazar," ujar Retno.

"Masyarakat internasional harus bekerja sama untuk pastikan pengungsi Rohingya dapat segera memperoleh akses vaksin," ujarnya menambahkan.

Kedua, masyarakat internasional harus dapat membantu menciptakan kondisi yang mendukung bagi kembalinya pengungsi Rohingya ke rumah mereka yakni Myanmar. Retno menekankan pentingnya penyelesaian krisis politik yang saat ini terjadi. "Implementasi Five Points of Consensus harus terealisasikan," katanya. Sebab, krisis politik yang berkepanjangan malah akan menghambat upaya repatriasi.

Selain itu, Retno juga mendorong masyarakat internasional untuk mendukung kerja AHA Center yang saat ini tengah melakukan penyaluran bantuan kemanusiaan di Myanmar termasuk kepada rakyat Rohingya di Myanmar. "Dalam setiap pertemuan yang membahas krisis politik Myanmar, Indonesia selalu mengingatkan masih adanya satu PR besar yang jangan sampai dikesampingkan, yaitu penyelesaian masalah Rohingya," terang Retno.

Isu Myanmar dalam agenda lain yang diikuti Retno di sela SMU PBB, termasuk pertemuan dengan para Menlu MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia). Retno mendapatkan kesempatan untuk memulai diskusi menyoal Myanmar.

Dalam pertemuan tersebut, Retno menyampaikan peran Indonesia dengan ASEAN yang terus berusaha membantu Myanmar mengatasi krisis politik dan kemanusiaan. ASEAN pun telah menunjuk utusan khusus dan masih berupaya mendapatkan jaminan akses untuk bertemu dengan semua pihak bagi utusan khusus ASEAN agar dapat memulai fasilitas dialog yang inklusif.

Di sisi kemanusiaan, Retno menyampaikan bantuan kemanusiaan untuk Myanmar sudah mulai bergerak. Beberapa negara anggota MIKTA yang merupakan mitra ASEAN (Australia dan Korsel) juga memberikan bantuan melalui ASEAN.

 

Bantuan dari Indonesia untuk Myanmar akan dikirim pada bulan ini. Dalam pertemuan tersebut, negara-negara anggota MIKTA memberikan dukungan atas peran sentral ASEAN dalam upaya mengatasi krisis di Myanmar. Mereka paham situasi tidak mudah.

"Secara khusus, negara anggota MIKTA mengapresiasi kepemimpinan Indonesia. Semua negara mengapresiasi kepemimpinan Indonesia," ujar Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement