Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rahmad zikri

pertemuan terakhir

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 08:52 WIB

Sore menjelang senja di dalam kamar yang sunyi di iringi suara jam dinding yang menambah keheningan , rasa bosan dan jenuh menghampiriku ingin rasanya melepas rindu akan udara segar di luar tanpa menggunakan masker , melihat mobil-mobil selainplat B yang memenuhi ibu kota walau kadang menjengkelkan karena membuat macet, menjumpai para pedagang kaki lima yang senantiasa menawarkan dagangannya dengan senyuman yang menggambarkan keikhlasan dan tarikan nafasnya menunjukan kesabaran . Sekarang semuanya berbeda yang ada hanya kaki yang tak bisa melangkah lebih jauh, wajah yang tak bisa saling tatap dan tangan yang tak bis saling menggenggam . Pandemi membuat semuanya berubah manusia dipaksa berjarak tak ada lagi kedekatan hakiki selain lewat sosial media .

Dalam hening itu tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku, memecah kesunyian “Ibu ku meninggal tadi siang “ . Dengan nada datar tetapi menusuk itu seorang lelaki menghampiriku , jenggot nya yang lebat dan postur badannya yang tegap tak menghiraukan sifat polosnya . Lelaki itu ,teman satu kosan dari aceh nun jauh dibarat nusantara.

Bayu kemudian menunduk , tak mau menangis tapi tak juga memperlihatkan bahwa dia ingin tetap kuat. Kabar meninggal ibu yang dicintainya merobohkan harinya, seorang wanita yang melahirkannya melepasnya pergi merantau ke ibu kota dengan air mata , kini telah tiada dan rona wajahnya seakan bilang ke padaku “kenapa aku tak ada disampingnya ketika ibu menghembuskan nafas terakhirnya? Kenapa?”

Ibunya meninggal setelah beberapa bulan yang lalu terinfeksi covid-19 , selama itu pula hari-hari bayu dihantui dengan rasa takut kehilangan ibunya sampai akhirnya kabar buruk itu sampai ke telinganya . Bayu tak bisa melakukan apa-apa dia tak bisa pulang ibu kota sedang zona merah sekarang “Sabar ya ..Sabar..” hanya yang bisa kukatakan. “Dulu ibuku “Sambil menahan tangis bayu mencoba mengeluarkan apa yang ada di hatinya “yang selalu menyuapi makanan meskipun aku tak mau membuka mulut , tapi ibu selalu punya cara , dulu ibu merubah sendok seakan pesawat terbang dan mulutku menjadi bandaranya “ lengkungan bibirnya naik ke atas menunjukan bayu sudah mulai tenang “Suara pesawat itu selalu membuatku membuka mulut, dulu ibu yang menghantarkanku ke sekolah bahkan menunggu di jendela sambil melambai-lambaikan tangannya, seakan berkata jangan takut nak ibu tak akan ninggalin kamu kok . Ibbu selalu ada disampingku sampai hari ketika aku memutuskan untuk merantau ke ibu kota , itu terakhir kalinya aku melihat wajahnya .aku ingin ....aku ingin “tiba-tiba air mata bayu menetes “berada di sampingnya untuk terakhir kalinya, aku ingin mengantarnya ke pemakamannya seperti dulu ibu mengantarku ke sekolah dan berkata di bawah keranda ibu aku ada disini akan selalu mendoakanmu jangan takut bu,aku ingin melihat wajahnya yang terakhir kalinya “ Bayu tak bis berucap lagi jenggotnya yang lebat sudah basah dengan air mata .

Aku dan bayu tau betul bahwa pasien covid yang meninggal tidak bisa dikunjungi , diziarahi bahkan pemakaman pun dikhususkan . Tak pernah terlintas sebelumnya dalam benak bayu orang yang paling dicintainya meninggalkannya. Tak ada ucapan selamat tinggal, tak ada taburan bung bunga, tak ada untaian doa sambil mengusap batu nisan . Tak ada kesempatan untuk mengucap selamat tinggal senyum terakhirnya hanya bisa dibayarkan dalam memori , sedangkan jarak terlalu jauh , sedang rindu terlalu dalam . Di tengah rindu yang menggunung itu dan hanya bisa terwakili oleh doa-doa yang dilayangkan ke langit , seseorang akan jatuh bila tau mereka yang disayanginya pergi ,untuk selamanya.

Itulah sepenggal kisah dari seorang anak yang yang terpisah dengan ibu terkasihnya di tengan pandemi ini . Masih banyak bayu bayu yang lain yang kisahnya tak akan cukup hanya dengan pena dan kertas untuk mengungkapkannya . Pandemi ini merebut semuanya . Anak dari ibunda tercintanya, ayah dari sumber nafkahnya, pelajar dari pendidikannya . Pandemi membuat manusia sadar akan berharganya ucapan “SELAMAT TINGGAL .”

Dunia hari ini sedang sakit , biru lebam , manusia di pukul di setiap sendi terkuatnya dilumpuhkan makhluk kecil yang tak terlihat .

Pandemi membuat semuanya tertutup kecuali mata dan airnya

Pandemi membuat semuanya tak bersuara kecuali mobil putih dan sirene

Pandemi membuat semuanya tak berkibar kecuali sebilah kayu dengan bendera kuningnya

ANDAI PANDEMI PERGI .

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image