Jumat 24 Sep 2021 18:52 WIB

Polres Indramayu Tangkap Pedagang Besar Obat Keras

Polres Indramayu menangkap pedagang obat keras dan terlarang tanpa resep dokter.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Borgol
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Borgol

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Satuan Narkoba Polres Indramayu menangkap pedagang obat keras terbatas dan terlarang tanpa resep dokter. Polisi mengatakan bandar besar itu bisa mengantongi omzet hingga Rp250 juta per transaksi.

Kapolres Indramayu, AKBP M Lukman Syarif, mengatakan bandar besar yang ditangkap berinisial AC alias Papah (44), warga Blok Teluk, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Ia menjelaskan, terbongkarnya bandar besar obat terlarang tersebut berawal dari penangkapan seorang pengedar berinisial A (44), warga Blok Teluk, Desa Kenanga. 

Baca Juga

Tersangka A ditangkap di sebuah lokasi dekat minimarket Desa Pekandangan, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Dari penangkapan terhadap A, polisi menyita sebanyak 2.200 tablet obat keras. Kepada polisi, A mengaku jika obat terlarang itu didapat dari AC alias Papah. A juga mengaku bertangga dengan Papah.

Tak membuang waktu, polisi langsung bergerak ke kediaman tersangka Papah. Saat itu, tersangka Papah sedang berada di rumahnya. Dari hasil penggeledahan terhadap ruamh tersangka, polisi pun menggeledah rumah itu. Dari sebuah kamar polisi menemukan obat terlarang sebanyak 211.500 tablet.

"Dari kedua tersangka, barang bukti yang diamankan mencapai 213.700 tablet obat terlarang," kata Lukman, didampingi Kasat Narkoba, AKP Heri Nurcahyo, Jumat (24/9).

Jumlah barang bukti obat keras yang disita itu merupakan yang terbesar di Jawa Barat. Adapun obat-obatan yang disita itu di antaranya berupa Dextro, Hexymer dan Tramadol.

Lukman mengatakan, tersangka mengakui memperoleh pasokan obat terlarang itu seseorang berinisial S yang ada di luar kota. Kini pihaknya sedang melakukan pengejaran terhadap S.

Lukman mengungkapkan, tersangka dijerat Pasal 196 dan atau Pasal 197 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009. Adapun ancaman hukumannya berupa penjara selama lima sampai dengan 20 tahun atau denda Rp 1 miliar samapi dengan Rp 10 miliar. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement