Sabtu 25 Sep 2021 17:48 WIB

Di Depan Airlangga, Hartoyo Cerita Manfaat Smart Farming

Hartoyo ungkap untung besar bertani secara smart farming

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat bersama petani Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Untuk diketahui, Program milenial smart farming merupakan ekosistem pemberdayaan milenial melalui pembinaan dan pengembangan ekosistem pertanian digital (IoT) dari hulu ke hilir serta meningkatkan Inklusi Keuangan Desa.
Foto: istimewa
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat bersama petani Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Untuk diketahui, Program milenial smart farming merupakan ekosistem pemberdayaan milenial melalui pembinaan dan pengembangan ekosistem pertanian digital (IoT) dari hulu ke hilir serta meningkatkan Inklusi Keuangan Desa.

REPUBLIKA.CO.ID KLATEN -- Kegiatan bertani identik dengan kerja berat, lumpur, dan pendapatan yang kecil, bahkan tidak menentu. Imbasnya anak muda sekarang enggan menggeluti dunia pertanian.

Namun, hal itu tidak berlaku bagi Hartoyo, warga Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. 

Hartoyo bercerita, dirinya pernah memilih berurbanisasi ke kota dan menjadi karyawan, namun ia merasa lahan pertanian di kampung halamannya lebih memiliki potensi besar jika ditekuni dengan serius. 

“Awalnya saya kerja sebagai karyawan di kota, tapi saya pikir saya mau jadi pengusaha aja. Saya bisa memanfaatkan keunggulan yang ada di desa, yaitu lahan pertanian, kalau yang dipermasalahkan adalah harga yang anjlok dan risiko padi yang mengalami gagal panen. Kita harus mencari cara untuk meminimalisur hal itu, dengan memanfaatkan teknologi,” ujar Hartoyo saat berdialog dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pada Jumat (24/9).

Berbekal informasi dan semangat untuk menjadikan desanya semakin mandiri, Hartoyo memutuskan meninggalkan pekerjaannya dan menekuni pertanian dengan konsep smart farming.

“Alhamdulillah kita punya smart farming yang mudah diaplikasikan dan terhubung dari handphone. Jadi kita bisa mengukur tanah kita, termasuk cuaca, ph tanah, pupuk apa yang harus dipakai dan kapan kita mulai bertani, semua sudah ada petunjuknya,” ujar Hartoyo.

Lebih lanjut, Hartoyo mengungkapkan, konsep Smart Farming 4.0 memberi jalan keluar bagi petani dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. 

“Jadi sekarang kita tidak perlu pusing kapan kita bisa mulai bertani, kapan panen, dan pupuknya berapa takarannya. Semuanya lebih mudah,” jelasnya. Hartoyo mengaku penghasilan yang diperolehnya dari bertani jauh lebih tinggi tiga kali lipat daripada gajinya saat masih kerja di kota. 

“Dimulai dari lahan yang hanya seluas 1 hektar persegi, saya mampu menghasilkan 6 hingga 7 ton padi setiap kali panen. Dan setiap tahun kami melakukan 2 kali panen. Untung yang saya terima jauh lebih tinggi dari dulu saat masih kerja di kantoran,” ungkapnya.

Keberhasilannya di bidang pertanian membuat Hartoyo tidak ingin sukses sendiri, ia kerap melakukan sosialisasi mengajak anak muda milenial untuk berani kembali bertani dengan memanfaatkan teknologi yang ada. 

“Ayo anak muda mari kita kembali bertani, jangan takut memulai walaupun dengan lahan yang sedikit atau sewa. Karena teknologi semakin berkembang, kita manfaatin teknologi yang ada. Hasil pertanian sekarang menghasilkan rupiah lebih banyak daripada ke kota” jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement