Ahad 26 Sep 2021 09:32 WIB

BK: Suharto Kopig (Kisah Malam di Jalan Lembang)

Kisah hari-kari di seminar G30S PKI

Red: Muhammad Subarkah
Lambang PKI dan Kantor Pemuda Rakyat di serbu masa seisai peristiwa G30SPKI. Komunisme berserta ajaran Marxisme dan Lenimisme kemudian di larang di Indoneisa..
Foto: Iphos
Lambang PKI dan Kantor Pemuda Rakyat di serbu masa seisai peristiwa G30SPKI. Komunisme berserta ajaran Marxisme dan Lenimisme kemudian di larang di Indoneisa..

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Posisi kantor PB HMI (sebelum pindah beberapa dekade dekade silam) berada di sudut temuan jalan Diponegoro dan Lembang Terusan. Kalau Jl Lembang terkenal di sana ada danau. Di ujung selatan yakni di Jl Lembang Terusan ada rumah Jendral A. Yani. Di rumah inilah Jendral Yani pada 30 September malam dibantai PKI. Kemudian kami kemudian  tahu juga bila ada 5 jenderal lain dan seorang perwira TNI yang dibantai. 

Setelah kejadian itu suasana Indonesia mencekam. Dari jelang lohor sampai malam kami pergi ke kantor HMI di jalan yang waktu itu kami sebut Lembang saja, mencekam. Bahkan terasa horor karena sepinya. Warga resah dan timbul ketidakpastian suasana.

Kemudian Jendral Suharto selaku PangKostrad tampil atasi situasi. Nama Suharto pun langsung mencuat.

Dengan wafatnya  Jendral Yani jabatan KSAD pun kosong. Bung Karno selaku Panglima Tertinggi tidak mau menetapkan Jendral Suharto sebagai KSAD. Bahkan pada 2 Oktober 1965 BK dalam bahasa Belanda mengatakan, Suharto kopig. Bacanya kopekh, artinya keras kepala. BK mau Jendral Pranoto yang KSAD. Akhirnya Jendral Suharto juga yang jadi KSAD.

Berhari-hari dan bermalam-malam aku selalu lewati ruas Jl Lembang Terusan tempat kantor HMI berada untuk pulang ke rumahku yang berada di bilangan Sawah Besar. Saat itu setiap kali bila datang ke HMI dengan goncengan naik motor, atau jalan kak karena di waktu usai peristiwa itu dijalanan di ibu kota tiba-tiba tak ada becak.  Bila ingat suasana seperti ini kadang kuingat lagu ciptaan Saleh Suwita  tahun 1950-an yang dinyanyikan penyanyi Said Effendi: Kisah Malam di Jalan Lembang. 

Sebagai aktivis HMI saya punya nieusgierig, ingin tahu, sejarah HMI sangat tinggi.

Tahun 1974 bersama Chumaidi Syarif Romas saya temui Lafran Pane di Yogya. salah seorang pendiri  HMI yang tidak pernah jadi Ketua HMI. 

Kata Chumaidi omong Lafran perannya hebat di HMI di mananya? Ini terekam dalam ingatan saat berdialog sama Lafran. 

Ridwan Saidi: Siapa yang bikin Anggaran Dasar HMI?

Lafran Pane: Saya

Ridwan Saidi: Bapak pernah berorganisasi?

Lafran Pane: Tidak. HMI yang pertama. 

Ridwan Saidi: Dari mana tahu bahwa organisasi perlu ada anggaran dasar serta formatnya begitu?

Lafran Pane ketika hendak jawab  terdiam sejenak seraya memandang lantai. Lalu Lafran Pane jawab: dari GPII ,Gerakan Pemuda Islam Indonesia.

Ridwan Saidi: Bapak bilang gak punya relasi dengan ormas dan Partai Islam. Kok mereka mau kasih pinjam anggaran dasar ke bapak?

Lafran Pane sembari terkaget-kage jawab: Iyalah ada kawan yang urus.

Ketika pulang bertemu Pak Lafran, di dalam becak Chumaidi tampak kesal. Aku diam saja karena pikiranku melayang ke Dachlan Ranuwiharjo kemenakan Mr Roem. Dachlan adalah mahasiwsa FH PTGM, kini UGM, anggota HMI,  dan lebih dulu jadi anggota GPII sebelum HMI. Yang bikin Anggaran Dasar HMI mestinya Dachlan?

NB: Beberapa teman ingatkan saya bahwa Haris Azhar dan Fathia itu HMI. Syukurlah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement