Ahad 26 Sep 2021 17:22 WIB

Munas NU Usul Pajak Karbon Wajib untuk Pelihara Lingkungan

Munas NU menekankan pajak karbon wajib dimanfaatkan untuk lingkungan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Munas NU menekankan pajak karbon wajib dimanfaatkan untuk lingkungan. Ilustrais pajak karbon
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Munas NU menekankan pajak karbon wajib dimanfaatkan untuk lingkungan. Ilustrais pajak karbon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah dalam Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2021 mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) mewajibkan pengalokasian dana yang bersumber dari pajak karbon untuk penanggulangan krisis lingkungan, pemeliharaan lingkungan, maupun pengurangan emisi. 

"Kami mengkritisi ini, karena di dalam RUU KUP itu menggunakan kata 'dapat'. Maka kami mengusulkan agar itu menjadi wajib," kata Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah pada Munas Alim Ulama NU 2021, KH Sarmidi Husna, kepada Republika.co.id, Ahad (26/8).  

Baca Juga

Usulan tersebut adalah hasil yang telah disepakati dalam pembahasan di Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah pada Munas Alim Ulama NU 2021 yang digelar pada 25-26 September. Forum tersebut juga sepakat penyelenggaraan nilai ekonomi karbon diatur di dalam undang-undang. 

Kiai Sarmidi menambahkan, ada tiga hal yang dilakukan untuk menumbuhkan nilai ekonomi karbon, yaitu dengan pemberlakuan pajak karbon, perdagangan karbon, dan pemberian insentif bagi pihak yang mengurangi emisi. Pajak karbon sendiri merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. 

Penerapan pajak karbon akan mengenakan pajak dari penggunaan bahan bakar ini. Pajak ini bertujuan dan merupakan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global. 

"Dari sisi tujuan pajak karbon itu tidak ada masalah karena tujuannya baik. Tetapi kami memberi catatan. Ketika pajak karbon itu diberlakukan, maka hasil pungutan pajak karbon itu harus benar-benar diperuntukkan untuk melakukan kegiatan pengurangan emisi," ungkapnya. 

Selain itu, Kiai Sarmidi melanjutkan, peserta dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah juga menyepakati perlunya pengaturan ulang tata cara penghitungan karbon. "Karena ini menjadi alat bisnis bagi kelompok-kelompok tertentu. Ini beberapa hal yang menjadi catatan kami," ujarnya.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement