Rabu 29 Sep 2021 02:45 WIB

Mengenal Kanker Hati, Si Pembunuh Senyap

Kanker hati tidak memiliki gejala khas.

Red: Dwi Murdaningsih
Kanker (ilustrasi)
Foto: picpedia.org
Kanker (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker hati disebut sebagai si pembunuh dalam senyap. Kanker hati  tidak memiliki gejala khas sehingga kebanyakan pasien terlambat untuk mengobatinya lantaran penyakit sudah memburuk.

Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dr. Irsan Hasan menjelaskan, kanker hati merupakan penyebab kematian akibat kanker keempat tertinggi di dunia. Di Indonesia, kanker hati berada di posisi nomor lima yang banyak diderita pasien kanker secara keseluruhan.

Baca Juga

Kanker hati ada di urutan ketiga kanker yang banyak diidap laki-laki. Dia mengatakan, tidak ada peningkatan signifikan harapan hidup pasien kanker hati pada periode 1998-1999 dibandingkan dengan periode 2013-2014.

"Alasannya banyak pasien terlambat untuk mencari pengobatan," kata Irsan dalam sebuah webinar kesehatan, Selasa (28/9).

Salah satu faktor yang menyebabkan penanganan terlambat adalah pasien tidak menyadari bahwa dirinya mengidap hepatitis. Padahal dia mengatakan minimal satu dari 10 penduduk Indonesia mengidap hepatitis.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah penderita hepatitis B mencapai 17,5 juta penduduk, di mana 20-30 persen diperkirakan memburuk jadi sirosis atau keganasan hati. Hepatitis B yang disebabkan virus HBV dapat dicegah lewat vaksinasi. Baik hepatitis B maupun hepatitis C kronis bisa mengakibatkan sirosis dan kanker hati.

Faktor lainnya adalah tidak melaksanakan skrining secara berkala (surveilans), juga tidak adanya gejala atau gejala yang tidak khas. Pada umumnya gejala tidak dirasakan sampai stadium lanjut. Namun, sebagian orang bisa mengalami nyeri pada perut, perut membesar, mudah memar dan perdarahan, kulit dan mata menguning serta penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.

"Banyak yang menduga dia hanya sakit maag, jadi menjalani pengobatan maag, lalu setelah penyakitnya sudah berat baru disadari itu bukan maag," kata staf Divisi Hepatobilier Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement