Kamis 30 Sep 2021 17:01 WIB

Jatam Gelorakan Jihad Kedaulatan Pangan

Pendampingan dilakukan total kepada petani mulai dari hulu sampai hilir.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Acara Refleksi Hari Tani Nasional yang digelar Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam).
Foto: Dokumen.
Acara Refleksi Hari Tani Nasional yang digelar Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penetapan 24 September sebagai Hari Tani oleh Presiden Soekarno bukan sesuatu tanpa makna. Selain penghargaan kepada petani, itu jadi harapan untuk memajukan Indonesia menjadi sebuah negara agraris yang punya kedaulatan pangan.

Namun perjalanan sejarah menurut Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr Nurul Yamin, sampai hari ini menunjukkan bahwa nasib petani dan dunia pertanian di Indonesia semakin terpinggirkan. Bahkan sebagai contoh masalah dari dulu yang belum beranjak membaik adalah nilai tukar petani yang dari waktu ke waktu semakin rendah.

Lebih tragis lagi yang sering kita saksikan, nilai bayar yang harus dikeluarkan petani lebih tinggi dari nilai yang diterima. ‘’Kita bisa melihat dengan penuh keharuan petani-petani kita  menjual dengan harga murah, dan dililit persoalan yang semakin memberatkan, oleh karena itu MPM menggelorakan jihad kedaulatan pangan’’ kata Nurul Yamin dalam acara Refleksi Hari Tani Nasional yang digelar Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam).

Meski kondisi petani yang masih dililit pilu, menurut Yamin justru men­jadi motivasi dan ladang dakwah Muhammadiyah dalam upaya memajukan dan menyejahterakan petani. Di sisi lain, Muhammadiyah juga terus melakukan penguatan  kepada petani lewat edukasi produksi maupun lewat Jatam.

Secara terpisah Sekretaris MPM PP Muhamadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan mengatakan, Jatam dibentuk  dan kami deklarasikan pada acara temu tani tahun 2018, sebagai peneguhan dan keseriusan komitmen Muhammadiyah pada petani. Hal ini dilakukan untuk melakukan pendampingan total kepada petani mulai dari hulu sampai hilir.

Menurutnya, salah satu programnya mempromosikan pertanian sehat kepada petani-petani di Indonesia. ‘’Ada pertanian yang organik atau benar-benar murni bebas dari unsur kimia, dan ada pertanian yang mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk kimia,’’ jelas Bachtiar.

Produk yang dihasilkan seperti beras sehat dan lain-lain. Ia mengingatkan, semangat ini sejalan dengan ke­wajiban untuk dapat mengonsumsi tidak cuma makanan-makanan yang halal tapi toyyiban, suci, dan sehat. "Salah satunya dalam proses budi daya mengurangi sebesar mungkin unsur kimiawi, sehingga produk-produk pangan tidak cuma halalan tapi toyyiban," jelas Bachtiar yang ditemui di kantornya, Senin (27/9).

Jatam sebagai tangan panjang Muhammadiyah pada petani melakukan berbagai macam program mulai dari pengorganisasian kelompok tani, pelatihan budi daya, permodalan usaha tani, kelembagaan usaha tani. Bahkan, sampai pemasaran berbagai macam produk pertanian.

Beberapa tahun lalu, Jatam sukses pula mengembangkan spesies bawang istimewa yang tidak mudah layu dan tetap kering. Masyarakat petani di sana dilatih untuk pengo­lahan dan pemasaran, sehingga pemberdayaan sudah menyentuh sisi industri.

Kemudian, Jatam turut melakukan penguatan usaha dengan membuat Lembaga Usaha Kelompok Unggul (LUKU). Tujuannya, melakukan hilirisasi produk-produk yang nantinya untuk peran distribusi menggunakan unit-unit usaha petani LUKU.

Distribusi dilakukan jamaah-jamaah, pengajian-pengajian, sampai kampus-kampus yang dimiliki Muhammadiyah. Hal inilah yang membuat pendampingan Muhammadiyah melalui MPM dan Jatam tidak dilakukan cuma dari hulu tapi sampai ke hilir.

Bahkan, Jatam sudah memperbanyak penggunaan Rice Milling Unit (RMU), mesin penggilingan padi yang mudah dioperasikan. Salah satu manfaatnya petani-petani Jatam hanya melakukan pengolahan gabah jadi beras dalam satu kali proses.

"Jatam sudah memiliki RMU mulai dari pemanenan, pengeringan, penggilingan, bahkan sampai pengemasan dan pendistribusian, jadi penguatan petani yang dilakukan Muhammadiyah benar-benar dari hulu sampai hilir," ujar Bachtiar.

Jatam kini sudah dibentuk di berbagai daerah dan terus disebarkan ke seluruh Indonesia. Seperti Solo Raya, Sragen, Lamongan, Karanganyar, Banjarnegara, dan daerah-daerah lain segera menyusul. Jatam lanjutnya, ke­anggotaannya tidak cuma berasal dari warga Muhammadiyah tapi siapa saja yang membutuhkan pendampingan dapat ber­gabung.

Jatam terbuka dalam penerapan Smart Farming yang pada era 4.0 menjadi suatu keniscayaan. Malah, selama pandemi diluncurkan Gerakan Ketahanan Pangan (Getapak) Muhammadiyah yang sebenarnya memakai konsep Urban Family Farming.

Ia berpendapat, gerakan ini akan lebih bagus jika sudah bisa menggunakan sentuhan teknologi. Mulai dari proses pemupukan, pemeliharaan, pemasokan, dan bahkan diharap sudah bisa menerapkan digital marketing dalam proses pemasaran.

"Harapan saya Jatam akan mengarah ke hilirisasi yang berbasis kepada digital karena kita suka tidak suka harus adaptif dan berkemajuan atau berorientasi maju," kata Bachtiar.

Manfaat keberadaan Jatam juga diakui Imam Muksin Perwakilan dari Jatam Palu dan Hafid Mekka dari Jatam Sidrap. Jatam banyak terlibat dalam pendam­pingan pada petani sebagai upaya recovery ekonomi pasca gempa. Antara lain dengan mendampingi, melatih, mengorganisasi petani, dan membangun sumur artesis.

‘’Dengan pendampingan Jatam, hasil panen meningkat tajam. Ini luar biasa, dan saya berharap semua petani di Sidrap dapat bergabung ke Jatam,’’ ujar Hafid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement